“Bak Serigala Berbulu Domba”, Mengulik Motif Bisnis di Balik Tes PCR

BENTENGSUMBAR.COM - Syarat tes PCR untuk perjalanan udara yang sempat menuai protes kini berujung pada gonjang-ganjing soal kecurigaan monopoli bisnis PCR oleh beberapa menteri. Publik mencium ada motif ekonomi di balik kebijakan yang akhirnya dicabut atau setidaknya diundur oleh pemerintah ini.

Kecurigaan tersebut pun membuat warganet ramai memasang tagar #OligarkiBisnisVaksin dalam cuitannya di Twitter. Hingga Senin, 8 November 2021 malam, tagar ini masih bertengger pada trending topic dengan lebih dari 6.000 cuitan.

Salah satu netizen dengan akun @irfan_mboade menulis, “Ayo memperbanyak saham diperusahaan lagi bapak-bapak pejabat menteri, biar semakin kaya raya kita..!! Pandemi Covid 19 membawa berkah. #KPKPeriksaLuhutErick #OligarkiBisnisVaksin.”

“Para raksasa yang mengisap energi kehidupan, menjadi nyata dalam bentuk eksploitasi terhadap rakyat biasa. #KPKPeriksaLuhutErick #OligarkiBisnisVaksin,” kata @TurahPutra5.

“@KemenkesRI apa biang buat gaduh? @KPK_RI Tolong juga di investigasi tuh kementrian, barangkali ada juga #MafiaPCR Disana. Khan lg marak nih #OligarkiBisnisVaksin. Terima kasih,” cuit akun @BinsarRitonga4

“Emangnya ada motif selain politik pak? Motif ekonomi ? Lah kan bapak yg monopoli, ga ada pesaing #OligarkiBisnisVaksin #OligarkiBisnisVaksin,” tulis @AjoAriSikumbang.

Tak hanya di media sosial, berita soal keterlibatan sejumlah menteri dalam bisnis PCR juga menjadi sorotan pemberitaan media. Bahkan, di beberapa portal berita online, pemberitaan terkait isu ini masuk dalam daftar berita terpopuler.

Di Kompas.com, misalnya, artikel berjudul ​​”Pendiri PT GSI Blak-blakan Awal Mula Bisnis PCR dan Keterlibatan Luhut”, telah dibaca lebih dari 26.500 kali dan masuk nomor empat berita terpopuler. 

​​Bahkan, berita tersebut pun tak luput dari komen netizen. Akun bernama Yoyo Bleyo menuliskan komentar bahwa masalah muncul ketika masyarakat diwajibkan tes PCR ketika melakukan perjalanan lewat jalur udara. “Itulah terlihat maksud dan tujuan,” lanjutnya.

“Pertanyaan saya kenapa utk hajat hidup orang banyak kenapa hrs swasta yg urus. pemerintah kemana (uud ps 33). lalu harga pcr yg dari 3jt turun sampai 275 rb itu cuannya lari kemana? sudahlah jgn teriak2 demi bangsa dan negara atau nkri harga mati ketika rakyat nestapa msh teganya berbuat nista,” tulis akun Bahtiar Asmat.

Sejumlah nama menteri muncul

Kabar tersebut memang semakin menjadi-jadi, terutama setelah diketahui bahwa Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan merupakan salah satu pemegang saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Perusahaan tersebut merupakan salah satu pemain besar dalam penyedia layanan tes PCR dan antigen untuk mendeteksi Covid-19 di Indonesia. Karena memiliki modal besar, PT GSI mampu melakukan tes PCR sebanyak 5.000 per hari.

PT GSI merupakan perusahaan baru yang didirikan tak lama setelah pandemi Covid-19 merebak di tahun 2020. Bisnis utama dari PT GSI yakni menyediakan tes PCR dan swab antigen. Perusahaan ini juga memiliki beberapa cabang di Jabodetabek.

Pemegang saham lain di antaranya bos Indika Arsjad Rasjid dan bos perusahaan tambang batubara Adaro Garibaldi Thohir, yang tak lain merupakan kakak dari Menteri BUMN Erick Thohir.

Menjawab polemik tersebut, Luhut akhirnya buka suara. Dalam keterangannya dia menyatakan bahwa dirinya tak pernah sedikit pun mengambil keuntungan dari bisnis tersebut. Dia menyebut, justru PT GSI banyak berperan dalam menyediakan tes PCR gratis untuk membantu masyarakat.

“Saya ingin menegaskan beberapa hal lewat tulisan ini. Pertama, saya tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT Genomik Solidaritas Indonesia," ujar Luhut.

Protes hingga petisi

Terlepas dari kecurigaan adanya motif ekonomi dari pengadaan tes PCR sebagai syarat penerbangan, masyarakat sejak awal memang telah menegaskan penolakan terhadap kebijakan tersebut.

Pasalnya, tes PCR masih termasuk mahal dengan harga awal hingga Rp500 ribu. Hal ini dinilai memberatkan dan cenderung menghambat pemulihan ekonomi, terutama di daerah yang sangat bergantung dengan sektor pariwisata seperti Bali.

Sejak pertama kali diumumkan, warga telah menunjukkan sikap tidak setuju, bahkan membuat petisi online di situs Change.org. Ribuan orang menandatangani petisi dan dalam waktu sekitar dua hari, lebih dari 40.000 orang menunjukkan tidak setuju.

Beberapa pejabat serta mantan pejabat juga mengungkapkan ketidaksetujuannya. Sebut saja Ketua DPR RI Puan Maharani dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang paling vokal mempertanyakan kebijakan pemerintah tersebut.

Berbagai protes akhirnya memaksa pemerintah mengambil keputusan untuk menurunkan harga tes PCR dan menghapusnya sebagai syarat penerbangan. Kini, harga tes PCR ditetapkan dengan kisaran Rp300 ribu saja.

Keputusan tersebut nyatanya justru memperkuat kecurigaan adanya kepentingan bisnis di baliknya. Menurut Said Didu, mantan pejabat BUMN, penurunan harga yang signifikan malah menimbulkan kecurigaan karena dianggap tidak masuk akal.

"Kewajiban PCR dengan turunnya harga mulai dari Rp2 juta menjadi Rp 300 ribu meningkatkan kecurigaan terhadap 'bisnis' PCR,” kata dia melalui akun Twitter pribadinya pada Selasa (26/10/2021).

Bahkan, ia juga masih curiga dengan harga yang sudah ditetapkan saat ini. Menurutnya kemungkinan biaya tes PCR di bawah Rp300 ribu. Said Didu pun menyoroti untung besar yang diraup oknum tertentu dari tes PCR.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »