Ketua MPR Bamsoet Setuju Kembali ke Pemilu Tidak Langsung

BENTENGSUMBAR.COM - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajak lembaga Progressive Democracy Watch (PRODEWA) melakukan kajian mendalam terhadap perjalanan demokrasi paca reformasi yang ditandai pemilihan langsung. 

Sejauh mana demokrasi telah memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa, atau jangan-jangan malah memiliki efek negatif yang lebih besar dibanding pemilihan melalui sistem perwakilan seperti yang telah dilakukan jauh sebelum reformasi. 

Kajian mendalam tersebut bisa berpijak dari sila keempat Pancasila, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmak Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

Salah satu rujukan untuk mengukur implementasi dan kualitas demokrasi adalah dengan mengacu pada nilai indeks demokrasi. 

Secara nasional, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dijadikan rujukan. Penilaian indeks demokrasi didasarkan pada tiga aspek, yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi.

Secara global, salah satu rujukan yang telah mendapatkan pengakuan dunia adalah indeks demokrasi yang disusun oleh The Economist Intelligence Unit, suatu divisi penelitian dari Economist Group yang berbasis di Inggris.

“Lembaga ini mengukur kualitas implementasi demokrasi dari lima instrumen, yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi pemerintah, partisipasi politik, budaya politik dan kebebasan sipil," ujar Bamsoet saat membuka 'Simposium Demokrasi' yang diselenggarakan PRODEWA, di Jakarta, Kamis 10 Maret.

Turut hadir antara lain Menteri Investasi yang juga Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Direktur Nasional PRODEWA Muhammad Fauzan Irfan, dan Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa.

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, merujuk data BPS, Indeks Demokrasi Indonesia selama kurun waktu 2009-2020 telah mengalami penurunan empat kali pada 2010, 2012, 2015, dan 2016. Sedangkan indeks demokrasi 2020 berada di angka 74,92 atau meningkat dari tahun 2019 sebesar 72,39.

"Sebagai data pembanding, merujuk pada laporan terbaru dari The Economist Intelligence Unit yang dipublikasikan pada awal Februari 2022, indeks demokrasi Indonesia pada t2021 menempati urutan ke 52 dari 167 negara, dengan nilai 6,71 (pada skala 0 sampai 10)," kata mantan Ketua Komisi III DPR ini.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, mencermati data tersebut, di satu sisi bangsa Indonesia patut berbangga bahwa capaian indeks demokrasi 2021 meningkat jika dibandingcapaian tahun 2020. 

Indeks demokrasi Indonesia berada di peringkat 64 dunia dengan nilai indeks sebesar 6,30, skor terendah sejak 2006 ketika The Economist Intelligence Unit mulai menyusun indeks demokrasi. 

Di sisi lain, peningkatan indeks tersebut belum mampu mengeluarkan posisi Indonesia dari kategori demokrasi tidak sempurna, atau demokrasi 'cacat'.

Menyikapi berbagai data mengenai indeks demokrasi di atas, semua pihak perlu mawas diri dan. 

Dalam kehidupan berdemokrasi, harus diakui implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia adalah proses yang sedang berjalan, serta dalam taraf pengembangan dan penguatan.

Fenomena naik turunnya besaran indeks demokrasi menunjukkan kehidupan berdemokrasi saat ini, belum berada pada level kemapanan yang ideal, dan sedang berproses menuju kematangan demokrasi.

“Namun kita tidak boleh berkecil hati, karena berdemokrasi adalah sebuah proses yang dinamis, dan selalu ada ruang dan peluang untuk memperbaikinya," terang Bamsoet Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, jangan sampai implementasi demokrasi menghadirkan 'residu' dan 'sisi gelap', di mana nilai-nilai demokrasi dimanifestasikan dalam bentuk opresi kuasa absolut mayoritas terhadap minoritas. 

Jangan sampai demokrasi prosedural mengabaikan demokrasi substansial, karena harus ada keseimbangan antara demokrasi dalam praktik dengan demokrasi dalam kualitas implementasinya. 

Dalam konteks kekinian, misalnya, era disrupsi digital telah melahirkan buzzer dan influencer.

"Esensi demokrasi adalah adanya keseimbangan. Di satu sisi, demokrasi menjamin ketersediaan ruang bagi setiap warga negara untuk berekspresi dan mengartikulasikan hak-hak politiknya tanpa represi dan intimidasi. Di sisi lain, eskpresi demokrasi juga tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang kontra produktif yang justru mencederai nilai-nilai demokrasi itu sendiri," kata Wakil Ketua Umum FKPPI ini.

Sumber: Tempo

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »