Mahfud MD Temukan Tiga Kejanggalan pada Kasus Polisi Tembak Polisi di Rumah Dinas Irjen Ferdy Sambo

BENTENGSUMBAR.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ternyata tak sepenuhnya percaya pada keterangan Polri.

Bagi Mahfud MD, kasus polisi tembak polisi di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, menyimpan kejanggalan.

Sebagai ahli hukum, Mahfud MD menilai apa yang disampaikan Polri tak bisa diterima begitu saja.

Karena itu, Mahfud MD meminta POlri bersikap transparan saat mengungkap kasus besar ini. Jangan sampai bermain dengan fakta hukum, karena bisa berdampak negatif pada institusi Polri.

Menurut Mahfud MD, ada tiga hal janggal dalam insiden baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

Kejanggalan pertama, menurut Mahfud MD terkait waktu pengumuman kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Diketahui peristiwa baku tembak terjadi, Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 17.00 WIB.

Polri baru mengumumkan kasus tersebut, Senin (11/7/2022).

“Kalau alasannya 3 hari karena itu hari libur, lah apakah kalau hari libur masalah pidana boleh ditutup-tutupi begitu?"

"Sejak dulu enggak ada, Baru sekarang, orang beralasan hari Jumat libur, baru diumumkan Senin. Itu kan janggal bagi masyarakat ya,” kata Mahfud MD dalam wawancara dengan CNNIndonesia TV, dikutip Jumat (15/7/2022).

Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini mengatakan mengenai kejanggalan tersebut, dirinya banyak menerima pertanyaan terkait urgensi penyelesaian tindak pidana.

“Yang masuk ke saya kan begitu semua sebagai Menkopolhukam. Pak apakah memang kalau libur enggak boleh melakkukan penyelesaian tindak pidana? Mengumumkan? Ini kan masalah yang serius,” katanya.

Kejanggalan kedua, menurut Mahfud MD terkait pernyataan pihak kepolisian yang berbeda-beda.

Disebutkannya, keterangan dari Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan berbeda dengan Kapolres Jakarta Selatan.

“Kedua penanganannya tidak sinkron. Keterangannya polisi dari waktu ke waktu lain dan dari satu tempat ke tempat lain, begitu. Kan Pak Ramadhan, Pak Ramadhan beda kejelasan pertama dan kedua,” kata Mahfud MD.

“Lalu Kapolres Jakarta Selatan juga mengkonfirmasi secara agak berbeda tentang status kedua orang itu. Bharada dan Brigadir itu. Yang satu bilang pokoknya ditugaskan di situ, yang satu memastikan ini ajudan, ini sopir dan sebagainya, tidak jelas.”

Kejanggalan ketiga, kata Mahfud MD, terkait peristiwa yang terjadi di rumah duka.

Menurut dia, kondisi jenazah yang tidak diperkekan dilihat pihak keluarga adalah hal tidak lazim.

“Yang muncul di rumah duka itu tragis. Oleh sebab itu ya tangisan keluarga di mana dia mengatakan jenazahnya tidak boleh dibuka, macam-macam lah,” katanya.

Sejumlah fakta yang janggal itu, menurut Mahfud MD harus segera diluruskan Kapolri Jenderal Listryo Sigit Prabowo.

Ia pun mengapresiasi upaya Kapolri yang telah membuat tim khusus untuk mengusut kasus ini.

“Nah itu, harus dibuat terang Polri dan Pak Kapolri, dengan baik sudah melakukan itu membuat terang itu, dengan membuat tim. diharapkan tim ini menjadi betul-betul membuat terang,” katanya.

“Jangan mengejar tikus, atau melindungi tikus, lalu rumahnya yang dibakar. Terbuka aja. Kan cara-cara mengejar tikus itu kan sudah ada caranya. Apalagi polisi sudah profesional. Saya melihat orang-orangnya juga kredibel,” lanjut Mahfud MD.

Dalam kesempatan tersebut, Mahfud MD pun menyingguan soal dugaan adanya upaya peretasan handphone milik keluarga Brigadir J.

Mahfud MD menilai dugaan peretasan ponsel milik keluarga Brugadir J perlu ditelaah lebih jauh.

Sebab, hingga saat ini, dugaan peretasan ponsel tersebut belum bisa dipastikan terkait siapa pelakunya.

“Soal peretan HP dan sebagainya, itu kan perlu bukti siapa yang melakukan. Kan bisa saja itu orang-orang swasta yang mungkin kacau, lalu melakukan itu. Atau mungkin juga itu tidak terjadi atau mungkin terjadi secara betul-betul murni masalah teknologi,” kata Mahfud MD.

Ia menambahkan pihaknya sampai saat ini belum menyimpulkan sederet fakta dibalik kasus penembakan di rumah Jenderal polisi ini.

Sebab pihaknya masih mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan peristiwa itu.

“Nanti saya belum akan menyimpulkan. Karena itu kan baru laporan saja. Saya baru akan menyimpulkan ke publik tentang itu semua ketika tim sudah bekerja,” katanya.

Penonaktifan Irjen Ferdy Sambo

Mahfud MD pun mendukung usulan penonaktifan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Usulan penonaktifan Kadiv Propam agar tidak ada conflict of interest dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.

“Ya itu juga alasan yang masuk akal yang saya baca di media dan banyak pesan-pesan yang disampaikan ke saya agar menyampaikan ke Kapolri untuk menonaktifkan dulu Sambo,” kata Mahfud MD.

Mengenai usulan penonaktifan tersebut, sambung dia, Kapolri Jenderal Listyo Sigit juga telah mendengarnya.

“Sehingga saya mempersilahkan untuk dipertimbangkan sendiri demi kelancaran pemeriksaan,” ujarnya.

Terpisah, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak mau terburu-buru memberikan sanksi nonaktif kepada Irjen Ferdy Sambo.

Kapolri mengatakan saat ini pihaknya telah membuat tim khusus untuk mendalami kasus penembakan Brigadir J oleh Bharada E.

"Tim bekerja, tim gabungan sudah dibentuk. Nanti rekomendasi dari tim gabungan ini akan menjadi salah satu yang kita jadikan dengan kebijakan-kebijakan. Tentunya kita tidak boleh terburu-buru," kata Sigit di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/7/2022).

Sigit menyatakan bahwa tim gabungan kini masih bekerja untuk mendalami kasus tersebut.

Tim gabungan tersebut diketahui dipimpin oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy dan Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto.

Sementara itu, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono memberi garansi pihaknya akan bekerja secara profesional dalam pengusutan kasus tersebut.

"Polri di sini akan bekerja secara profesional, khususnya tim yang sudah dibentuk oleh Bapak Kapolri ini, akan bekerja secara profesional, transparan dan tentunya akuntabel dalam hal ini," ucap Komjen Gatot di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (16/7/2022).

Gatot Eddy mengungkapkan Polri sejauh ini sudah melakukan proses pendalaman materi, seperti melengkapi data olah TKP di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

Pihak Bareskrim Polri, lanjutnya, juga sudah memeriksa saksi-saksi yang berada di TKP.

"Kemudian juga kita melakukan kegiatan-kegiatan pendalaman lagi dan pemeriksaan pemeriksaan oleh tim forensik kita, baik itu laboratorium forensik, kemudian juga oleh tim kedokteran forensik kita," ungkapnya.

Pendalaman-pendalaman tersebut, ditunjukkan untuk membuat terang peristiwa penembakan.

Sehingga, fakta atas peristiwa tersebut terungkap seperti apa adanya.

Komjen Gatot mengatakan, pihak kepolisian juga akan bekerja secara transparan.

"Semuanya dilakukan adalah untuk kita melihat semuanya berdasarkan fakta-fakta yang ada, tetap kita berangkat semuanya dari TKP awal, kemudian pemeriksaan alat bukti yang ada dan barang bukti barang bukti yang saat ini sedang kita lakukan," katanya.

"Tentunya saya minta kepada rekan-rekan di sini untuk sabar menunggu hasil dari pada proses ini tentunya, karena sedang berproses, nanti apabila sudah selesai kita akan menyampaikan kepada rekan-rekan media," ujarnya.

Kronologis kejadian

Diketahui, insiden baku tembak terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sekira pukul 17.00 WIB.

Menurut keterangan polisi peristiwa berawal saat Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masuk ke kamar pribadi istri Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Diduga Brigadir J melakukan pelecehan dan menodong istri Irjen Ferdy Sambo dengan menggunakan senjata.

"Setelah melakukan pelecehan, dia juga sempat menodongkan senjata ke kepala ibu Kadiv," kata Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto, Selasa (12/7/2022).

Saat itu, kata Budhi, Istri Irjen Ferdy terbangun dan hendak berteriak meminta pertolongan.

Namun, Brigadir J membentak istri Irjen Ferdy Sambo dan menyuruhnya untuk diam.

"Saudara J membalas "diam kamu!" sambil mengeluarkan senjata yang ada di pinggang dan menodongkan ibu Kadiv," ungkapnya.

Saat itu, istri Ferdy Sambo berteriak. Brigadir J pun panik karena mendengar suara langkah orang berjalan yang diketahui merupakan Bharada E.

"Kemudian ibu Kadiv teriak minta tolong dan di situlah saudara J panik apalagi mendengar ada suara langkah orang berlari yang mendekat ke arah suara permintaan tolong tersebut," katanya.

Baru separuh menuruni tangga, Bharada E melihat sosok Brigadir J keluar dari kamar.

Bharada E kemudian bertanya kepada Brigadir J terkait teriakan tersebut. Bukannya menjawab, Brigadir J malah melepaskan tembakan ke arah Bharada E.

"Pada saat itu tembakan yang dikeluarkan atau dilakukan saudara J tidak mengenai saudara E, hanya mengenai tembok," kata Budhi.

Berbekal senjata, Bharada E membalas serangan Brigadir J.

Hingga akhirnya, lima tembakan yang dilepaskan bersarang di tubuh Yosua.

"Saudara RE juga dibekali senjata, dia kemudian mengeluarkan senjata yang ada di pinggangnya. Nah ini kemudian terjadi penembakan," katanya.

Singkat cerita, Brigadir J pun tewas diterjang peluru yang dilesatkan Bharada E.

"Dari hasil autopsi disampaikan bahwa ada tujuh luka tembak masuk dan enam luka tembak keluar (tembus) dan satu proyektil bersarang di dada," kata Budhi.

Sumber: Wartakota

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »