Pajak Restoran dan 'Pajak' ke Jalan Tuhan

Pajak Restotan dan 'Pajak' ke Jalan Tuhan
Seperti biasa, kalau kami "taragak (kepengin, red)" makan mie, kami pasti menuju restoran satu ini.
SEPERTI
biasa, kalau kami "taragak (kepengin, red)" makan mie, kami pasti menuju restoran satu ini.

Letaknya strategis, di kawasan persimpangan lampu merah menjelang Pasar Raya Padang.

Makanan yang tersedia cukup lengkap, tak hanya Bakmie, ada juga makanan berat lainnya.

Begitu juga minumam, mulai dari air putih hangat sampai ke minum kesukaan anak saya, Habibah yaitu Milo dingin juga ada di sini.

Cuma minuman kesukaan saya yang jarang ada, walau tertera di daftar menu minuman, tapi kadang gak tersedia, yaitu kelapa jeruk.

Saya tidak akan sebutkan nama restorannya, nanti dibilang promosi pula, padahal kami santap Bakmie bayarnya normal plus pajak.

Setelah menyantap hidangan yang kami makan dan rehat sejenak sambil main hp, kami pun bergegas ke kasir.

Pas bayar di kasir, ditagih pajak 10 persen, katanya dari orang pajak.

Lantas Habibah nanya, "Pajak itu untuk apa abi, kok kita harus bayar terus kalau makan direstoran."

"Pajak untuk pembangunan nak, seperti jalan, jembatan, drainase dan lain-lain," jawab denai (saya, red) singkat, tanpa menjelaskan defenisi pajak restoran menurut Undand-undang perpajakan yang merupakan kewenangan kabupaten kota memungutnya.

"Tapi kok sepanjang jalan yang kita lalui tadi, banyak yang berlobang abi. Apanya yang dibangun?" tanyanya lagi.

"Tuh jalan ke rumah gaek (orang tua, red) abi di Surau Cangkeh Tampat Durian, parah bana (rusak parah, red), banyak lubang besar mengangga, cuma sampai SMPN 28 Padang aja yang bagus. Padahal kampung abi kan masih masuk wilayah di ibukota provinsi ini," lanjutnya.

"Jalan ke Tuhan nak, kan wali kampung acap ceramah di atas mimbar, mengingatkan kita agar taat di jalan Tuhan," jawek denai asalan agar Habibah gak bertanya terus dianya.

"Oh, jalan ke Tuhan kena pajak juga ya Abi, bukannya ustad-ustad nyuruh kita sadaqoh, infak, dan zakat," katanya, ternyata masih ada pertanyaan lanjutan.

"Tunggu dulu nak, nanti abi jawab di mobil ya. Kasihan ante kasirnya, kelamaan nunggu," tutup denai.

Setelah kami dan kami pun bergegas ke mobil di parkiran resto. Saat berada di mobil, dalam perjalanan baru saya agak sedikit menjelaskan ke Habibah.

"Infak, sadoqah dan zakat merupakan perintah Tuhan dan Baginda Nabi Muhammad SAW., agar kita menaati ajarannya. Tujuannya mulia, untuk membantu sesama dan pembagian penerimanya pun sudah dijelaskan Tuhan dan Rasulullah SAW., salah satunya fakir miskin atau orang tak berpunya," jelas denai.

"Sedangkan pajak itu kewajiban kita sebagai warga negara. Tujuannya untuk pembangunan. Soal digunakan untuk pembangunan atau tidak, itu tanggungjawab pemimpin, kita sebagai rakyat hanya bisa mengusulkan. Kalau pemimpinnya gak responsif dan membiarkan jalan berlobang, kita hukum dia di Pilkada besok, gak usah kita pilih lagi dia," tegas denai.

"Oh gitu, ya udah, ganti pemimpin aja kita besok ini," ujar Bibah karena sudah mulai agak paham.

"Oke. Tapi ingat, apapun hasil pilkada, harus diterima juga. Karena itu cara kita berdemokrasi dalam memilih pemimpin. Kalau ada penyimpangan dalam pelaksanaan, seperti politik uang, penyebaran bansos saat pemilihan, salurannya ada, yaitu Bawaslu hingga MK. Kalau MK sudah memutuskan, artinya itu final, gak usah teriak macam-macam lagi, tunggu aja Pilkada 5 tahuh berikutnya. Artinya kita harus dewasa juga dalam berdemokrasi," kata denai, agak mendawesakan cara birfikir Bibah.

Padang, 23 April 2024.

*Penulis: Zamri Yahya, Wakil Ketua Forum Wartawan Parlemen (FWP) DPRD Kota Padang dan pengurus PWI Sumbar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »