Amerika Serikat (AS) mengkritik sistem pembayaran berbasis QR nasional atau Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang dinilai jadi hambatan perdagangan. |
Pemerintah diminta tak gentar menyikapi kritik itu karena wajar dalam dinamika perdagangan global.
“Kritik dari AS adalah hal yang wajar dalam dinamika perdagangan global, namun tidak bisa dijadikan alasan untuk mundur dari agenda nasional,” ungkap Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, dalam keterangan resmi, Minggu (27/4/2025).
Menurut dia, kritik AS tersebut justru perlu diartikan sebagai peluang bagi Indonesia agar memperkuat ekonomi digital dalam negeri, sehingga Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tapi juga pemain utama dalam skala global.
“QRIS dan GPN adalah representasi dari semangat Indonesia untuk membangun sistem pembayaran yang inklusif, efisien, dan berdaulat,” ujarnya.
Oleh karena itu, Achmad menegaskan bahwa Indonesia tak boleh menyerahkan kontrol QRIS kepada pihak luar negeri.
Dia menilai, hal tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap kedaulatan ekonomi dan keamanan data rakyat.
“Maka, di sinilah kita harus berdiri tegak: menjaga kemandirian dengan tetap menjalin kerja sama yang adil dan berimbang,” ucap dia.
Achmad juga mengungkapkan, tuntutan AS yang meminta Bank Indonesia lebih transparan dalam penyusunan kebijakan terkait QRIS ini perlu dikritik oleh pemerintah Indonesia.
Dia berpendapat, setiap negara berdaulat berhak merumuskan regulasi sesuai kebutuhan nasionalnya tanpa intervensi asing.
“Jika Indonesia menyerah pada tekanan ini, bisa jadi ini menjadi kondisi buruk di mana kebijakan publik ditentukan oleh lobi korporasi, bukan kepentingan rakyat,” jelas Achmad. (*)
Sumber: Investor
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »