Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti praktik pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD yang kerap disusupi kepentingan pribadi maupun transaksi anggaran yang menyimpang dari prinsip akuntabilitas. |
Sebagai bagian dari upaya memperkuat tata kelola pemerintahan daerah yang bersih, KPK menggelar Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi bersama Pemerintah Daerah Wilayah Sulawesi Selatan Tahun 2025, yang digelar secara hybrid, di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Dalam forum tersebut, Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo mengingatkan pentingnya menjaga integritas dalam pengelolaan pokir agar tetap berada dalam koridor aturan.
“Pokir itu bukan ruang kompromi politik atau alat tukar-menukar kepentingan, melainkan amanat konstitusional yang wajib dikelola sesuai regulasi,” tegas Ibnu di, hadapan kepala daerah, jajaran DPRD, dan organisasi perangkat daerah (OPD) se-Sulsel.
Berdasarkan evaluasi KPK, sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ), yang di dalamnya mencakup pokir, menjadi salah satu area paling rawan korupsi di wilayah Sulsel.
Ibnu menyebutkan, persoalan muncul karena banyaknya paket pekerjaan dengan anggaran kecil, pengusulan pokir yang tidak mengikuti tahapan perencanaan dan penganggaran yang benar, serta ketidaksesuaian antara usulan DPRD dan rencana OPD.
KPK mencatat adanya indikasi penyimpangan yang sering terjadi dalam pelaksanaan pokir, seperti penyalahgunaan anggaran, praktik suap, hingga markup dalam pelaksanaan proyek.
“Ini risiko yang kemungkinan timbul terhadap adanya pendanaan pokok pikiran. Saya yakin jika semua niatnya bagus untuk masyarakat, praktiknya akan berjalan lancar,” ujar Ibnu.
Senada dengan Ibnu, Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV KPK Edi Suryanto juga menekankan, pokir menjadi salah satu area rawan korupsi yang mendapatkan perhatian serius KPK pada 2024.
Ia mengingatkan Pemda agar tidak mengabaikan rambu-rambu dan ketentuan yang telah disampaikan KPK.
"Kami akan pantau tiga prioritas permasalahan besar di daerah," ujarnya.
Pertama, masalah PBJ, terutama PBJ PL (Penunjukan Langsung), yang sering berkaitan dengan pokir.
Kedua, sektor perizinan. Ketiga, yang dipantau melalui SIPD, yakni postur anggaran di perencanaan dan penganggaran.
"Kami ingatkan kembali, sumber daya kami sedikit, sehingga orang yang tidak memiliki komitmen antikorupsi akan kami awasi duluan,” tegas Edi.
Sebagai langkah penguatan pengawasan, Edi mendorong peningkatan peran dan kapabilitas aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
Ini menjadi penting, mengingat sekitar 80 persen kepala daerah di Sulsel merupakan wajah baru, sehingga diperlukan kerja sama yang solid antara legislatif dan eksekutif.
Pokir, menurutnya, menjadi titik rawan yang kerap memicu konflik kepentingan di antara kedua pihak tersebut.
KPK berharap, dengan pengawasan yang lebih terarah dan penguatan fungsi internal, pelaksanaan pokir dapat berjalan sesuai regulasi, terhindar dari praktik korupsi, serta mendorong terciptanya pemerintahan daerah yang bersih dan akuntabel. (*)
Sumber: RMID
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »