Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menilai, gagasan tersebut tidak selaras dengan program Presiden Prabowo Subianto yang fokus meningkatkan pelayanan kesehatan. |
Gagasan gerbong merokok itu pertama kali dilontarkan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nasim Khan, dalam rapat kerja bersama Direktur Utama (Dirut) PT KAI.
Nasim mengeklaim, usulan agar disediakan gerbong merokok itu merupakan aspirasi masyarakat.
“Karena perjalanan bisa sampai 8 jam, masa kereta tidak ada ruang untuk smoking area. Saya yakin satu gerbong bisa, ini aspirasi masyarakat,” kata Nasim, di Gedung DPR RI, Rabu (20/8/2025).
Ia yakin, PT KAI akan untung jika menyediakan gerbong khusus merokok karena banyak penumpang kereta api jarak jauh merupakan perokok.
“Karena banyak kereta tidak smoking area, Pak Bobby. Nah, paling tidak dalam kereta ini ada satu gerbong, saya yakin, Pak. Saya yakin itu pasti bermanfaat dan menguntungkan buat kereta api, ya kan? Pasti banyak itu, satu saja, terus smoking,” ujar Nasim.
Kemenhub dan KAI menolak Menanggapi usulan ini, Direktur Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Allan Tandiono menyatakan, larangan merokok di kereta oleh PT KAI merujuk pada aturan yang berlaku.
Ketentuan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2012 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
“Angkutan umum termasuk kereta api telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok atau KTR,” kata Allan, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Allan menegaskan, kereta api merupakan transportasi publik sehingga harus menjamin kesehatan dan kenyamanan semua penumpang.
Hal itu termasuk udara yang bersih dan sehat di dalam kereta.
Kebijakan kawasan tanpa rokok, kata Allan, bukan hanya mengenai aturan, namun juga perlindungan bagi pengguna jasa transportasi.
“Kebijakan ini selaras dengan regulasi yang berlaku dan tadi yang selalu diingatkan yaitu berfokus pada kualitas pelayanan,” kata Allan.
Dikritik Gibran
Mendengar usulan itu, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menilai, gagasan tersebut tidak selaras dengan program Presiden Prabowo Subianto yang fokus meningkatkan pelayanan kesehatan.
Gibran juga menyinggung regulasi yang menjadi dasar hukum transportasi umum merupakan kawasan bebas merokok dan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, PP Nomor 28 Tahun 2024, dan SE Nomor 29 Tahun 2014.
"Untuk Bapak-Ibu anggota DPR yang terhormat, saya mohon maaf, masukannya kurang sinkron dengan program dari Bapak Presiden," kata Gibran, di Stasiun Solo Balapan, Surakarta, Minggu (24/8/2025).
Menurut dia, jika terdapat anggaran lebih untuk mengubah fungsi ruang gerbong kereta, lebih baik digunakan untuk kelompok rentan.
Mereka seperti ibu hamil, ibu menyusui, hingga kelompok difabel.
Keberadaan ruang khusus untuk kelompok itu, kata dia, akan jauh lebih bermanfaat.
"Jika ada ruang fiskal, menurut saya pribadi, lebih baik diprioritaskan untuk ibu hamil, ibu menyusui, balita, lansia, dan kaum difabel,” tutur Gibran.
"Jadi, misalnya ada ruang laktasi di gerbongnya, mungkin toiletnya, kamar mandinya bisa dilebarkan sehingga ibu-ibu bisa mengganti popok bayi dengan lebih nyaman. Saya kira itu lebih prioritas," tambah dia.
Pemerintah Fokus Membangun Transportasi
Menteri Koordinator bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut, pemerintah saat ini fokus membangun transportasi yang terhubung secara lebih merata, alih-alih gerbong merokok.
AHY bahkan terkesan enggan menanggapi isu tersebut karena usulan itu dinilai kurang penting.
“Kayaknya masih banyak hal yang lebih penting untuk saya respons, yang jelas konektivitas itu harus kita perkuat antarwilayah, juga dengan transportasi multimoda di darat, laut, udara, dan kereta api,” kata AHY, dilansir dari Antara, Sabtu (23/8/2025).
“Saya lebih fokus pada bagaimana roadmap ini bisa mengakomodasi berbagai kepentingan,” tambah dia.
Penumpang keberatan
Tanggapan keberatan atas usulan itu tidak hanya disampaikan para pejabat tinggi negara.
Dewi (29), seorang penumpang kereta tujuan Yogyakarta, menyebut, gerbong khusus untuk merokok akan mengganggu kesehatan dan kenyamanan.
Menurut dia, kereta merupakan ruang tertutup sehingga asap rokok bisa menyebar ke penumpang lain.
“Gerbong untuk perokok tuh tetap berisiko, mengganggu kenyamanan dan kesehatan penumpang lain, apalagi kalau ada anak-anak,” kata Dewi, saat ditemui Kompas.com di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (22/8/2025).
Menurut dia, selama menempuh perjalanan jauh, penumpang kereta mesti menahan diri untuk merokok.
Mereka bisa merokok saat kereta berhenti cukup lama di stasiun besar.
“Kalau perjalanan jauh kan bisa berhenti di stasiun besar, biasanya ada waktu untuk keluar sebentar. Itu sudah cukup,” tutur dia.
Tanggapan YLKI
Sekretaris Eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo meminta PT KAI tetap konsisten menerapkan kawasan tanpa rokok di rangkaian gerbong kereta.
Ketentuan ini berlaku untuk rokok konvensional maupun elektrik.
Di sisi lain, menyediakan gerbong merokok bertentangan dengan regulasi yang ada.
“YLKI meminta KAI mengabaikan usulan tersebut dan tetap berpegang teguh pada regulasi yang existing perihal kawasan tanpa rokok,” kata Rio, dilansir dari Antara, Kamis (21/8/2025). (*)
Sumber: Kompas
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »