Kebersihan, Antara Budaya dan Peraturan Daerah

Kebersihan, Antara Budaya dan Peraturan Daerah
DAHULU Orang Minangkabau sangat kental dengan adat dan budayanya, tau jo nan ampek, tau jo malu, mengerti akan kiasan-kiasan. Seiring berjalannya waktu dan zaman semakin berobah nilai-nilai adat dan budaya Minangkabau semakin terkikis dan perlahan mulai pudar, baik itu dari segi seni budaya, segi akhlak dan perangai.

Menyangkut masalah Kebersihan dari segi Agama, bersih itu merupakan sebagian dari iman, contoh sholat saja, kita harus berwudhu, ini artinya kita harus bersih dari hadas kecil dan hadas besar serta esensinya tentu harus membuat hati kita bersih juga dari perilaku-perilaku yang munkar. Dari segi Adat dan Budaya kita di Ranah Minang sesuai dengan filosofinya, “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato, Adat Mamakai,” artinya berdasarkan perintah agamalah adat dan budaya itu terbentuk, apalagi di Ranah Minang, adat dan buadanya terbentuk dari dan berdasarkan Agama Allah, yakni Islam.

Dulu adat dan budaya Ranah Minang sangat dijunjung tinggi, budaya tegur sapa, tau jo nan ampek, serta dalam segi kiasan, kalau sudah lain saja lihat orang sama kita, kalau kita orang Minang pasti tahu, pasti kita merasa aneh atau ada sesuatu hal yang tidak sesuai sama kita. Contoh sepasang anak muda dulu tidak ada berpacaran karena takut dilihat oleh mamaknya, sekarang tidak begitu lagi sudah bebas-bebas saja. Budayalah yang dapat menciptakan suatu energy yang positif seperti Jepang dengan budaya disiplinnya dan rasa malu.

Menyangkut Masalah Kebersihan ini penekanan secara adat dan budaya sudah tidak bisa lagi, makanya dibuat perda untuk lebih mengatur masyarakat agar hidup lebih bersih agar tercipta kenyamanan dikota ini. Langkah dan program Pemko Padang ini dengan menerbitkan Perda No.21 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah untuk mewujudkan Padang Bersih perlu kita apresiasi dan dukung. Apalagi adanya sanksi bagi yang membuang sampah sembarangan berupa tidakan dipidana 3 bulan kurungan denda maksimal Rp5 juta.

Kalau PNS Pemko sendiri yang melanggar maka hukumannya harus lebih berat, makanya wajar saja jika Kabid Dinas Pasar turun pangkat, dan Kasinya dipecat karena tidak mau diatur. Namun program ini perlu disempurnakan oleh Pemko supaya lebih banyak lagi menyediakan tempat sampah, karena bagaimana masyarakat membuang sampah pada tempatnya, sedangkan tempatnya tidak disediakan, serta harus diprogramkan juga agar tertanam budaya dan adat Minangkabau lagi kepada generasi muda khususnya pelajar agar mengerti dan mengetahui, bagaimana yang budaya dan adat Minangkabau itu sendiri yang sesungguhnya.

Kalau adat dan budaya Minangkabau itu sudah dijalankan dengan baik, maka sesunggguhnya tidak perlu perda sampah ini dikeluarkan, karena adat dan budaya sudah mengatur seluruhnya, lantaran banyak orang yang melanggar aturanlah perlu adanya aturan dalam segi hukum, contoh perda dalam cakupan daerah.

Masukan kami, Perda tentang sampah yang berupa fisik (nyata terlihat oleh mata) sudah diatur dan kami mendukung, kedepan bagaimana pemerintah membuat perda sampah non fisik (PSK) karena itu juga sampah yang membuat citra Kota Padang ini lebih jelek dari sampah yang sesungguhnya. Sudah rahasia umum di taman melati setiap malamnya dijajakan PSK didalam mobil, walaupun Satpol setiap hari juga melakukan pengawasan, tetap tidak akan pernah berkurang bahkan menjamur kalau belum ada aturan hukum yang mengaturnya. Semoga dengan adanya tekanan melalui Perda dapat mengembalikan khittah orang Minang yang kental dengan adat dan budayanya.

Ditulis Oleh: Megy Aidillova, Wakil Ketua DPD KNPI Sumbar Bidang Pariwisata, Seni, Budaya dan Ekonomi Kreatif.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »