Inilah Kriteria Pemimpin Menurut H Emzalmi Zaini

Inilah Kriteria Pemimpin Menurut H Emzalmi Zaini
BentengSumbar.com --- Sebagai tokoh masyarakat Basa Si Ampek Baleh (Pauh IX dan Pauh V), H Emzalmi Zaini mengharapkan pelaksanaan pilkada dapat berjalan aman dan lancar, tanpa ada kendala yang berarti. Namun, yang namanya politik, tidak terlepas dari berbagai kepentingan. 

"Tentu kita mengambil contoh ka nan sudah, tuah ka nan manang, bahwa proses pilkada tidak bisa dipisahkan dengan berbagai kepentingan. Apakah itu kepentingan pembangunan? Apakah itu kepentingan bersama? Atau kepentingan untuk jangka pendek dan jangka panjang," ujar Wakil Walikota Padang ini, Kamis (3/9/2015), ketika ditemui di ruangan kerjanya.  

Berdasarkan penetapan yang dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum Sumatera Barat, ada dua pasang calon yang akan 'bertarung' pada pilkada kali ini. Mereka adalah Muslim Kasim - Fauzi Bahar dengan nomor urut 1, dan Irwan Prayitno - Nasrul Abit dengan nomor urut dua. Menurut Emzalmi, kedua pasangan ini merupakan orang-orang yang telah berpengalaman, dan memiliki kapasitas yang memadai untuk itu.

"Kita sudah tahu bahwa untuk pilkada gubernur yang akan datang, sudah ada dua calon yang ditetapkan, yaitu Muslim Kasim - Fauzi Bahar, dan Irwan Prayitno - Nasrul Abit. Kedua pasang calon ini merupakan orang-orang yang telah berpengalaman, punya kapasitas yang memadai untuk itu. Tetapi tentu ada kelebihan dan kekurangan. Dan masing-masing  kelebihan dan kekurangan itu, bisa kita nilai atau disigi sendiri oleh masyarakat," ungkap mantan Sekretaris Daerah Kota Padang di zaman Walikota Fauzi Bahar ini.  

Dikatakannya, di Minangkabau, seorang pemimpin yang patut didukung itu memiliki kriteria tertentu. Diantaranya adalah ketokohan, ketakihan, dan ketakahan. Ketiaga syarat tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. 

"Pertama, tentu kita melihat ketokohan seseorang. Apakah ketokohannya pada tingkat Sumatera Barat sudah diakui oleh masyarakat banyak ? Kemudian, ketokohan pada tingkat Sumatera Barat ini akan lebih sempurna jika juga diakui secara nasional. Atau piling tidak, ditingkat nasional dia sudah pernah berkiprah dan membuktikan prestasinya," terangnya. 

Disamping ketokohan, ujar Emzalmi lagi, syarat yang kedua adalah takih atau ketakihan, yaitu amanah. Pemilih harus yakin bahwa calon yang akan dipilihnya mampu memegang amanah. Apatah lagi, ke semua pasang calon, pernah menjadi kepala daerah. Muslim Kasim pernah menjadi Bupati Padang Pariaman, Fauzi Bahar pernah menjadi Walikota Padang, Irwan Prayitno pernah menjadi Gubernur Sumatera Barat, dan Nasrul Abit pernah menjadi Bupati Pesisir Selatan.

"Apakah calon yang akan dipilih ini, yakin atau tidak, Ia akan bisa memegang amanah. Bisa dilihat dari track record sebelumnya, karena yang bersangkutan pernah menjadi kepala daerah, pernah memegang jabatan-jabatan lain, apakah itu di partai politik, apakah itu dibirokrasi ? Apakah track record selama ini sudah dapat dikatakan amanah ?" pungkasnya.

Ukuran amanah itu, kata Emzalmi lagi, tentu berupa keberhasilan kepemimpinan di bidang-bidang tertentu yang bermanfaat untuk orang banyak dan masyarakat. Lantas tidak ada terkait dengan persoalan-persoalan hukum. Atau pun mungkin tidak banyak mengecewakan masyarakat. Ukuran kecewa itu secara kasat mata dapat dilihat dari komentar-komentar masyarakat, walau pun tidak perlu disurvai. 

"Kalau amanah menurut agama adalah orang yang bisa dipercaya. Apakah bisa dia dipercaya menjalankan tanggungjawab sebagai pimpinan ? Apakah dia mendiskriminasi kelompok tertentu ? Atau mungkin saja mengutamakan kelompok-kelompok tertentu ? Atau hanya mengutamakan kelompok-kelompok keluarga ? Atau mungkin juga hanya mengutamakan kolega-kolega dia saja ?" terangnya.  

Pemimpin yang amanah itu adalah pemimpin yang adil. Dalam artian pemimpin yang bisa memperlakukan semua orang sama. Tidak ada diskriminasi. Kemudian tentu harus bisa dilihat buktinya. Kalau sebagai kepala daerah, tentu bisa dilihat dari prestasi-prestasi yang diakui secara nasional. 

"Apakah di bidang pembangunan, dibidang sosial kemasyarakatan, atau mungkin juga dibidang politik dan pemerintahan ? Tentu banyak hal yang bisa dinilai. Artinya prestasi nasional itu yang secara sistimatis telah bisa dijadikan ukuran sebagai kinerja seorang kepala daerah," urainya. 

Demikian juga, kalau seorang pemimpin yang amanah itu, pasti disukai semua orang. Kalau pemimpin punya bawahan, bawahan pasti menyenanginya. Karena dia pemimpin yang adil. Kalau dia punya hubungan dengan pimpinan yang lebih tinggi, maka pimpinan akan menyeganinya dan menghargai dia. Itu ukurannya sangat relatif, tetapi bisa dilihat secara kasat mata, ungkapnya. 

Syarat yang ketiga adalah takah. Menurut Emzalmi, takah itu peformancenya, intelektualnya, dan pengalamannya. "Baurek ka bawah, bapucuk ka ateh, ditangah indak digirik kumbang." Ukuran intelektual seseorang, bisa juga diukur dari pendidikannya. Kalau seseorang pendidikannya lebih tinggi, pasti kapasitas intelektualnya lebih tinggi. 

"Pengalaman dalam berbagai hal, apakah di bidang politik, birokrasi, dibidang organisasi-organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, akan semakin banyak pengalaman, maka ketakahannya itu semakin diakui. Kenapa ? Karena dia begitu berbicara, maka orang bisa menilai dia itu takah. Tampak intelektualitasnya, tampak nilai spritualitasnya, akan kelihatan nilai-nilai emosionalnya dan kematangan emosional. Kematangan emosional itu sangat penting, karena seorang pemimpin itu harus bisa menyelesaikan semua persoalan dengan cara-cara yang elegen dan menyelesaikan masalah dengan tidak menimbulkan masalah," tegasnya. 

Jadi ketakahan itu tidak peformance saja, jelas Emzalmi lagi. Peformance itu boleh. Kalau di Amerika itu, persyaratan seseorang menjadi presiden, disamping intelektualitasnya, postur tubuhnya menentukan juga. Orang kalau lebih tinggi, maka tingkat kesabarannya juga lebih tinggi. Jika orang lebih pendek, secara phisikologis, tingkat kesabarannya juga rendah. 

"Misalnya, kita contohkan orang yang melamar jadi tentara, mereka memiliki ukuran postur tubuh tertentu. Minimal 165 cm, kalau 160 cm tidak diterima. Kenapa ? Karena memang tingkat emosi itu. Kalau jadi tentara itu memang disiapkan jadi pemimpin, karena dia akan jadi komandan pada kesatuannya. Mulai dari Danton, Danki, Danyon, dan seterusnya. Jika tentara tidak punya tingkat kecerdasan emosionalnya, itu akan berbahaya terhadap satu kesatuannya. Demikian juga untuk pemimpin sipil. Menurut saya perlu ukuran-ukuran persyaratan menjadi tentara itu, sebab semakin mendukung. Kalau orang yang emosional, tentu akan berbahaya terhadap organisasi. Bisa kacau beliau nanti," tukuknya. 

Ketakahan itu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari ketokohan dan ketakihan. Merupakan satu kesatuan. Ketokohan yang diakui oleh lawan dan kawan. Tidak sepihak saja orang mengakui. Tidak ada yang prinsip yang dapat mengurangi kredibilitasnya. Itu secara umum, jelasnya.

"Harapan kita, yang penting pilkada ini berjalan aman-aman saja. Pilkada berdunsanak, apatah lagi pengawasan terhadap pilkada ini, baik itu pilkada walikota, bupati dan gubernur, itu diawasi langung oleh KPK. KPK terlibat langsung dalam proses pilkada. Makanya kita ingatkan dunsanak kita yang ikut pilkada ini, hati-hati didalam pelaksanaan proses pilkada ini jangan sampai melanggar hukum. Mudah-mudahan, prinsip pilkada berdunsanak, seperti yang kemaren-kemaren, kalah menang, itu semuanya kita dukung. Kita di nagari Pauh IX dan Pauh V, siapa pun yang menang nanti kita dukung," harapnya. (by)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »