Irwan Prayitno Kurang Menghormati Tokoh-Tokoh Minang ?

Irwan Prayitno Kurang Menghormati Tokoh-Tokoh Minang ?
POINT keempat yang menyebabkan "ketidaksukaan" Syamsu Rahim kepada sosok Irwan Prayitno Datuk Rajo Bandaro Basa adalah kurang menghormati tokoh – tokoh Minang. Selakali lagi, penulis sebenarnya tidak ingin menyebut itu "kebencian" seorang Syamsu Rahim kepada Irwan Prayitno, tetapi mungkin saja itu kekritisan dari seorang pamong senior yang sangat mengetahui adab dalam menghormati orang-orang yang dianggap tokoh.

Siapakah tokoh Minang itu ? Apakah bisa dikatakan tokoh Minang, jika dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di kampung halamannya, dia mendukung salah satu pasang calon, dan membenamkan calon lainnya. Bukankah tokoh itu adalah seseorang yang berfikiran dewasa, dan tidak ingin melukai perasaan orang lain. Dia tau adab sebagai seorang tokoh, tegak ditengah, dan siap memberikan nasehat kepada siapa saja yang dianggap salah. Bukan malah "membenamkan" orang yang dianggapnya kurang menghormatinya dengan testimoni mendukung lawan politik dari orang itu, tetapi dengan jiawa besar, dengan logika berfikir cerdas, dia berusaha membuat orang tersebut tahu cara menghormatinya, tanpa harus melukai perasaan orang lain.

Bukankah dalam sholatnya, tokoh-tokoh yang dimaksud Syamsu Rahim membaca ayat ini, "Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi (celaka), kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3). Lantas kenapa mereka tidak menasehati orang yang kurang menghormati mereka dengan cara arif lagi bijak sana dengan penuh sikap sabar. Penulis ingin mengutip nasehat Imam Ali ra untuk orang-orang yang merasa menjadi tokoh ini, "Tak ada kekayaan seperti kebijaksanaan, tak ada kemiskinan seperti kejahilan, tak ada warisan seperti kehalusan, tak ada dukungan seperti nasihat."

Alangkah mulianya mereka jika menasehati orang yang mereka anggap kurang beradab karena tidak menghormati mereka. Mereka sabar menghadapinya, dan menjauhi kejahilan-kejahilan karena menanam rasa benci dan marah. Sebagai tokoh yang dihormati, semestinyalah mereka memperlihatkan ketokohan mereka dengan menasehati dalam kebenaran, dan menasehati dalam kesabaran. Namun, jika orang yang dikatakan Syamsu Rahim sebagai tokoh Minang itu malah menyimpan rasa benci dan marah, bahkan secara politis menentukan sikap kepada salah seorang calon dengan beragam testimoni, maka layakkah mereka disebut tokoh Minang ?

Mungkin mereka baru sebatas tokoh bagi kelompok dan golongannya, belum lagi tokoh bagi semua anak kemenakan di Minangkabau. Tentu ini menjadi ironis, disatu sisi mereka menuding Irwan Prayitno lebih mengutamakan kelompok dan golongannya, tetapi disisi lain mereka sendiri mencontohkan sikap yang kurang lebih sama dengan apa yang mereka tudingkan.

Berarti, mereka yang dianggap tokoh Minang, lantas memendam rasa benci dan marah kepada Irwan Prayitno karena dianggap kurang menghormati mereka, belum pantas disebut tokoh Minang. Mereka belum bisa melepaskan diri dari sekat-sekat kepentingan dan politik, dan bisa jadi kebencian dan marah mereka juga dilandasi faktor kepentingan yang kurang tersalurkan, sehingga mengambil langkah politik memusuhi Irwan Prayitno secara bersama-sama ? Penulis tidak ingin menuding, tetapi itu sebatas amatan awam penulis kepada tokoh-tokoh yang diagung-agungkan tersebut dan harus dihormati dengan segala kebesarannya.

Seorang tokoh Minang, dalam benak penulis, mestilah tokoh yang mampu tegak atas semua golongan dan kelompok yang ada di dalam nagarinya. Dia tidak akan terjebak dengan rasa benci dan marah, lantaran ada sikap anak kemenakan yang kurang pas dihati. Dengan penuh senyuman manis, mereka akan menasehati anak kemenakan dengan kebenaran dan sikap penuh kesabaran. Bukan malah "mengadu-adu" anak kemenakan dengan berpihak kepada salah satunya. Tokoh Minang adalah negarawan sejati yang berpijak kepada kearifan dan kebijaksanaan. Mereka adalah pemimpin bagi semua golongan. Dalam al Quran mereka disebut Ulil Amri, yang berpegang kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah saw., sebagai agama resmi Minang secara adat.

”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa [4] : 59).

Sebagai ulil amri, tokoh Minang akan selalu berpatokan dengan pepatah adat ini, "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato, Adat Mamakai." Sebagai tokoh Minang, berdasarkan tuntunan agama, mereka seharusnya memberikan pemikiran yang menyejukan, dan solusi yang mendamaikan, bukan malah mengambil sikap memerangi dan menyatakan dukungan kepada salah satu calon. Kalau mereka adalah tokoh Minang sejati, tanpa diminta pun, anak kemenakan yang berbeda haluan politik, akan menganggap mereka tokoh bersama, dan menaruh takzim kepada mereka.

”Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS. Al-Ahzab : 66-68).

Penulis tidak bermaksud menggurui Syamsu Rahim. Sebab, penulis sadar, penulis bukan orang yang tepat untuk mengguruinya. Tetapi penulis hanya ingin mengkritisi ucapan yang bersangkutan. Untuk sekedar diketahui Syamsu Rahim, sebagai orang yang pernah dekat dengan Irwan Prayitno, penulis mengetahui kalau Irwan Prayitno sangat menghormati tokoh-tokoh masyarakat sebagaibana mereka mesti dihormati. Banyak juga tokoh-tokoh Minang yang dekat dengan Irwan Prayitno, bahkan memberikan dukungan kepadanya secara lisan untuk maju sebagai calon Gubernur Sumatera Barat dalam pilkada 2015 ini, tetapi Irwan Prayitno tidak ingin memanfaatkan ketokohan mereka secara politis. 

Irwan Prayitno tidak memasang gambar disertai testimoni dukungan tokoh Minang kepadanya di baliho-baliho atau alat peraga kampanye lainnya, karena Irwan Prayitno tahu cara menghormati tokoh Minang tersebut. Bagi Irwan Prayitno, tokoh Minang harus dibesarkan, bukan mengecilkan arti ketokohan mereka dengan menjebak mereka masuk ke ranah politik praktis pilkada Gubernur Sumbar 2015 ini. Irwan Prayitno maju sebagai calon gubernur dengan penuh rasa percaya diri, bukan seperti orang lain, karena tak percaya diri, malah memanfaatkan ketokohan seseorang dengan memajang gambar dan testimoninya di baliho dan alat peraga kampanye lainnya.

Dan sebagai anak muda, Irwan Prayitno ingin menunjukan kemampuan dan ikhtiarnya dalam pilkada Gubernur Sumatera Barat 2015 ini, tanpa harus berlindung dibalik ketokohan seseorang. Irwan Prayitno itu adalah anak muda nan energik lagi santun, bukan orang tua yang manja dalam berpolitik, sehingga kurang percaya pada kemampuan sendiri yang menyebabkan dia mencari dukungan dari perantau. Perantau memang harus dihormati dan dilibatkan dalam pembangunan Sumatera Barat, bukan menghormatinya secara politis dan menjebaknya terlibat dalam politik praktis.

"Bukanlah seorang pemuda yang berkata, "Ini bapak ku." Tetapi pemuda itu adalah yang berkata, "Ini aku."" (Imam Ali ra).

Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq, semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus dalam pemilihan Gubernur Sumatera Barat tanggal 9 Desember 2015 mendatang. Amin.

Ditulis Oleh :
Zamri Yahya, SHI
Wakil Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kota Padang

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »