BENTENGSUMBAR.COM - Evi Yandri Rajo Budiman, salah seorang pelaku usaha ritail di Kota Padang mempertanyakan misi Minang Mart, yang semula digagas untuk penguatan ekonomi kerakyatan. Sebab menurutnya, yang terjadi saat ini justru menjadi ancaman bagi pedagang yang sudah ada, terutama pedagang kecil.
Ia menilai, misi penguatan ekonomi kerakyatan hanya akal-akalan, jika melihat praktik yang dilakukan saat ini. Adanya keluhan masyarakat pedagang merupakan dampak yang sudah dikhawatirkan sejak semula.
"Awalnya saya mendukung dengan adanya Minang Mart yang direncakan bekerja sama dengan tiga BUMD di Kota Padang. Bahkan, para pelaku usaha lokal tergabung dalam enam asosiasi telah diskusi bersama Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, beberapa waktu lalu. Namun kenyataannya saat ini sangat berbeda dengan pembicaraan semula," ujar pengusaha muda yang juga Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kecamatan Kuranji ini, Kamis, 8 Desember 2016.
Faktanya dan ini yang menjadi masalah, terang Evi Yandri lagi, ternyata saat ini Minang Mart dikelola oleh suatu perusahaan swasta yaitu PT Ritel Moderen Minang (RMM). Jadi ini semua telah lari dari konsep awal yang sudah direncakan. Dalam hal ini membuat para pedagang merasa curiga, karena mensinyalir atau menduga pemerintah sedang melakukan kerja sama dengan kpitalis.
Dia menilai ketika Minang Mart dikelola oleh suatu perusahaan hal itu sama dengan adanya Alfamart, Indomaret yang telah ditolak karena paham kapitalis, yang akan mematikan usaha-usaha kecil di sekitarnya. Karena semua perusahaan tetap memakai tujuan profit atau mencari keuntungan. Dan itu sangat bertentangan dengan rencana dalam pemberdayaan masyarakat di Sumatera Barat.
“Harus jelas regulasinya, pemerintah harus membuat payung hukumnya, sehingga apa yang terjadi saat ini dengan adanya Minang Mart, tidak menjadi mesin waktu pembunuh bagi pengusaha kecil atau ritail lainya,” pungkasnya.
Misalnya, urai Evi Yandri lagi, pemberlakuan jarak atau kawasan untuk pendirian Minang Mart. Dalam hal ini pemerintah harus bisa membuat kebijakan, jangan seperti kejadian saat ini, Minang Mart menggurita berdiri ditengah -tegah kawasan yang mana disana banyak sekali pengusaha kecil yang sudah lama berdiri . Hal itu sama saja membunuh ekonomi masyarakat di kawasan tersebut.
“Salah satu contohnya, harga yang di bandrol memang sangat berbeda. Minang Mart membandrol dengan harga jauh lebih murah, kejadian ini dialami salah satu Mini Market di Gurun Laweh yang berdekatan dengan Minang Mart. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh untuk kelangsungan Mini Market tersebut,” tegasnya.
“Ketika Minang Mart merekrut karyawan, itu memang bagus, namun tidakkah terbayangkan sebaliknya, berapa pula tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaan ketika tempat mereka bekerja selama ini bangkrut, berapa pula pengusaha lainnya yang akan kehilangan usaha mereka,” jelasnya.
Menurutnya, hal ini yang harus jadi perhatian pemerintah setempat, karena kejadian ini sudah terjadi didaerah lain. Ketika persaingan harga/kapitalis telah berlaku, maka pesaing lain akan mati sendirinya karena tidak bisa mengimbangi persaingan harga.
Dibukanya usaha ritail modern Minang Mart yang dikelola PT. RMM, menurutnya tidak sesuai lagi dengan gagasan awal. Konsep awalnya, Minang Mart dikembangkan melalui toko-toko yang sudah ada dan tidak ada penambahan toko baru.Kalau dikatakan Minang Mart melakukan pemberdayaan masyarakat, ia nilai itu adalah bohong sekali, karena yang bertugas dalam memberdayakan masyarakat itu adalah pemerintah, bukan perusahaan, tugas dari perusahaan adalah bertujuan mencari untung, karena dalam hal ini Minang Mart dikelola satu perusahaan besar PT. RMM. “Kami berharap, Gubernur dan Walikota bisa menindaklanjuti permasalahan ini. Harus kembali pada konsep semula dan yang paling penting harus ada regulasi yang jelas agar tidak merugikan pelaku usaha mikro yang ada," ungkapnya.
Sebelumnya, Gubernur Irwan Prayitno dalam berbagai kesempatan menegaskan, kehadiran Minang Mart memberikan banyak keuntungan kepada banyak pihak, yakni kepada pedagang, kepada produsen, dan kepada masyarakat.
Menurut Irwan, keuntungan yang diperoleh pedagang dengan adanya Minang mart ini ialah pedagang yang memiliki 100% tempat usaha akan mendapatkan bantuan modal dari Bank Nagari, adanya jaminan pembiayaan modal kerja dari Jamkrida, dan bantuan supply stock, pengelolaan dan manajemen dilakukan secara professional oleh Grafika.
Selain itu, keuntungan yang diperoleh produsen seperti petani, peternak, dll adalah Minang Mart bekerjasama dengan Gapoktan/TTI sehingga membeli barang dari produsen dengan harga yang baik dan keuntungan dari produsen akan meningkat.
“Meskipun keuntungan yang lebih besar diperoleh oleh pedagang dan produsen, tetapi harga barang yang tergabung di Minang Mart tetap sesuai harga pasar, sehingga harga barang kebutuhan akan stabil dan mencegah terjadinya inflasi (lonjakan harga barang),” jelas Irwan Prayitno. (by/fwp)
Ia menilai, misi penguatan ekonomi kerakyatan hanya akal-akalan, jika melihat praktik yang dilakukan saat ini. Adanya keluhan masyarakat pedagang merupakan dampak yang sudah dikhawatirkan sejak semula.
"Awalnya saya mendukung dengan adanya Minang Mart yang direncakan bekerja sama dengan tiga BUMD di Kota Padang. Bahkan, para pelaku usaha lokal tergabung dalam enam asosiasi telah diskusi bersama Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, beberapa waktu lalu. Namun kenyataannya saat ini sangat berbeda dengan pembicaraan semula," ujar pengusaha muda yang juga Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kecamatan Kuranji ini, Kamis, 8 Desember 2016.
Faktanya dan ini yang menjadi masalah, terang Evi Yandri lagi, ternyata saat ini Minang Mart dikelola oleh suatu perusahaan swasta yaitu PT Ritel Moderen Minang (RMM). Jadi ini semua telah lari dari konsep awal yang sudah direncakan. Dalam hal ini membuat para pedagang merasa curiga, karena mensinyalir atau menduga pemerintah sedang melakukan kerja sama dengan kpitalis.
Dia menilai ketika Minang Mart dikelola oleh suatu perusahaan hal itu sama dengan adanya Alfamart, Indomaret yang telah ditolak karena paham kapitalis, yang akan mematikan usaha-usaha kecil di sekitarnya. Karena semua perusahaan tetap memakai tujuan profit atau mencari keuntungan. Dan itu sangat bertentangan dengan rencana dalam pemberdayaan masyarakat di Sumatera Barat.
“Harus jelas regulasinya, pemerintah harus membuat payung hukumnya, sehingga apa yang terjadi saat ini dengan adanya Minang Mart, tidak menjadi mesin waktu pembunuh bagi pengusaha kecil atau ritail lainya,” pungkasnya.
Misalnya, urai Evi Yandri lagi, pemberlakuan jarak atau kawasan untuk pendirian Minang Mart. Dalam hal ini pemerintah harus bisa membuat kebijakan, jangan seperti kejadian saat ini, Minang Mart menggurita berdiri ditengah -tegah kawasan yang mana disana banyak sekali pengusaha kecil yang sudah lama berdiri . Hal itu sama saja membunuh ekonomi masyarakat di kawasan tersebut.
“Salah satu contohnya, harga yang di bandrol memang sangat berbeda. Minang Mart membandrol dengan harga jauh lebih murah, kejadian ini dialami salah satu Mini Market di Gurun Laweh yang berdekatan dengan Minang Mart. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh untuk kelangsungan Mini Market tersebut,” tegasnya.
“Ketika Minang Mart merekrut karyawan, itu memang bagus, namun tidakkah terbayangkan sebaliknya, berapa pula tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaan ketika tempat mereka bekerja selama ini bangkrut, berapa pula pengusaha lainnya yang akan kehilangan usaha mereka,” jelasnya.
Menurutnya, hal ini yang harus jadi perhatian pemerintah setempat, karena kejadian ini sudah terjadi didaerah lain. Ketika persaingan harga/kapitalis telah berlaku, maka pesaing lain akan mati sendirinya karena tidak bisa mengimbangi persaingan harga.
Dibukanya usaha ritail modern Minang Mart yang dikelola PT. RMM, menurutnya tidak sesuai lagi dengan gagasan awal. Konsep awalnya, Minang Mart dikembangkan melalui toko-toko yang sudah ada dan tidak ada penambahan toko baru.Kalau dikatakan Minang Mart melakukan pemberdayaan masyarakat, ia nilai itu adalah bohong sekali, karena yang bertugas dalam memberdayakan masyarakat itu adalah pemerintah, bukan perusahaan, tugas dari perusahaan adalah bertujuan mencari untung, karena dalam hal ini Minang Mart dikelola satu perusahaan besar PT. RMM. “Kami berharap, Gubernur dan Walikota bisa menindaklanjuti permasalahan ini. Harus kembali pada konsep semula dan yang paling penting harus ada regulasi yang jelas agar tidak merugikan pelaku usaha mikro yang ada," ungkapnya.
Sebelumnya, Gubernur Irwan Prayitno dalam berbagai kesempatan menegaskan, kehadiran Minang Mart memberikan banyak keuntungan kepada banyak pihak, yakni kepada pedagang, kepada produsen, dan kepada masyarakat.
Menurut Irwan, keuntungan yang diperoleh pedagang dengan adanya Minang mart ini ialah pedagang yang memiliki 100% tempat usaha akan mendapatkan bantuan modal dari Bank Nagari, adanya jaminan pembiayaan modal kerja dari Jamkrida, dan bantuan supply stock, pengelolaan dan manajemen dilakukan secara professional oleh Grafika.
Selain itu, keuntungan yang diperoleh produsen seperti petani, peternak, dll adalah Minang Mart bekerjasama dengan Gapoktan/TTI sehingga membeli barang dari produsen dengan harga yang baik dan keuntungan dari produsen akan meningkat.
“Meskipun keuntungan yang lebih besar diperoleh oleh pedagang dan produsen, tetapi harga barang yang tergabung di Minang Mart tetap sesuai harga pasar, sehingga harga barang kebutuhan akan stabil dan mencegah terjadinya inflasi (lonjakan harga barang),” jelas Irwan Prayitno. (by/fwp)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »