Romantisme Perjalanan Kereta Api Tak Pernah Pudar, Berharap Kembali Bangkit Usai Pandemi Covid-19

KERETA api boleh dikatakan merupakan salah satu moda transportasi yang kerap menyelipkan rasa rindu karena hampir setiap generasi pernah mencoba moda ini. Dari masa ketika masih berbahan bakar batubara hingga zaman modern yang memanfaatkan tenaga listrik atau lebih canggih lagi.

Romantisme kereta api bahkan menginspirasi banyak karya lagu. Tentu sebagian publik masih ingat dengan lagu anak-anak karya Ibu Soed berjudul “Naik Kereta Api” dengan liriknya yang melegenda “Naik kereta api, tuut, tuut, tuut.. Siapa hendak turun..”

Bahkan hingga kini, lagu dangdut garapan Rhoma Irama berjudul “Kereta Malam” masih sering dinyanyikan oleh pedangdut muda. Semuanya terinspirasi dari perjalanan menggunakan kereta api.

Moda transportasi darat ini juga masih jadi andalan dan selalu diminati. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, penumpang kereta api di Indonesia terus meningkat. 

Rata-rata pengguna pada tahun 2015 sampai 2017 naik dari total sekitar 20 ribuan menjadi 30 ribuan. Lalu angka ini naik lagi menjadi rata-rata 35 ribuan pada 2019.

Setelah pandemi Covid-19 terjadi, jumlah penumpang kereta api turun drastis. Pada Februari 2020, jumlah total penumpang mencapai 32.283 orang, turun menjadi 23.425 orang di Maret, dan merosot ke angka 5.898 di April 2020.

PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI mencatat, rugi tahun berjalan sebesar Rp315,9 miliar pada kuartal I 2021. Kondisi ini berbanding terbalik dengan periode sama tahun sebelumnya di mana perseroan masih mencetak laba sebesar Rp276,7 miliar.

Meski demikian, PT KAI tak menyerah dengan keadaan. Justru pada hari jadinya ke-76 pada 28 September 2021, mereka melakukan berbagai inovasi layanan, yakni percepatan waktu tempuh, penyediaan layanan wifi gratis, dan penyediaan layanan Live Cooking di atas KA.

Sejarah kereta api Nusantara

Dikutip dari laman resmi PT KAI, sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai ketika pencangkulan pertama jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta) di Desa Kemijen oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Baron Sloet van de Beele tanggal 17 Juni 1864.

Pembangunan dilaksanakan oleh perusahaan swasta Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) dengan menggunakan lebar sepur sepanjang 1435 mm.

Sementara itu, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api negara melalui Staatsspoorwegen (SS) pada tanggal 8 April 1875. Rute pertama SS meliputi Surabaya-Pasuruan-Malang.

Keberhasilan NISM dan SS tersebut lalu mendorong investor swasta membangun jalur kereta api, di antaranya Semarang Joana Stoomtram Maatschappij, Oost Java Stoomtram Maatschappij, Kediri Stoomtram Maatschappij, Probolinggo Stoomtram Maatschappij, Malang Stoomtram Maatschappij, dan Madoera Stoomtram Maatschappij.

Selain di Jawa, pembangunan jalur kereta api juga dilaksanakan di Aceh pada 1876, Sumatera Utara pada 1889, Sumatera Barat pada 1891, Sumatera Selatan pada 1914, dan Sulawesi tahun 1922. 

Sementara itu di Kalimantan, Bali, dan Lombok hanya dilakukan studi mengenai kemungkinan pemasangan jalan rel, dan belum sampai tahap pembangunan. 

Sampai akhir tahun 1928, panjang jalan kereta api dan trem di Indonesia mencapai 7.464 km dengan perincian rel milik pemerintah sepanjang 4.089 km dan swasta sepanjang 3.375 km.

Ketika Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang tahun 1942, perkeretaapian Indonesia diambil alih Jepang dan berubah nama menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api).

Selama penguasaan Jepang, operasional kereta api hanya diutamakan untuk kepentingan perang. Pembangunan tetap dilakukan, salah satunya lintas Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru.

Jalur tersebut dibangun guna mendukung pengangkutan hasil tambang batu bara untuk menjalankan mesin-mesin perang Jepang. Tetapi, mereka juga melakukan pembongkaran rel sepanjang 473 km yang diangkut ke Burma untuk pembangunan kereta api disana.

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, beberapa hari kemudian dilakukan pengambilalihan stasiun dan kantor pusat kereta api yang dikuasai Jepang.

Puncaknya terjadi saat Kantor Pusat Kereta Api Bandung diambil alih pada tanggal 28 September 1945. Tanggal inilah yang kemudian dipilih sebagai hari peringatan kereta api Indonesia, sekaligus menandai berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia (DKARI).

Sepanjang perjalanannya, PT KAI terus mengalami perubahan nama. Pada 1971  pemerintah mengubah struktur Perusahaan Negara Kereta Api menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api yang kemudian berubah lagi menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) tahun 1991.

Nama Perumka berubah menjadi Perseroan Terbatas, PT Kereta Api Indonesia (Persero) pada tahun 1998. Saat ini, PT Kereta Api Indonesia memiliki tujuh anak perusahaan/grup usaha. (Maira – Anggota Perempuan Indonesia Satu)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »