| Presiden ketujuh Joko Widodo memberikan klarifikasi soal polemik kerugian Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh dan utang kepada pihak Tiongkok. |
Jokowi menjelaskan, akar permasalahan proyek yang diteken sejak 2015 itu serta tujuan pemerintah membangun transportasi massal.
Jokowi menekankan kemacetan di Jakarta, Jabodetabek, dan Bandung menjadi alasan utama proyek transportasi massal.
"Di Jakarta itu kemacetannya sudah parah. Ini sudah sejak 30, 40, 20 tahun yang lalu. Jabodetabek termasuk Bandung juga kemacetannya parah. Dari kemacetan itu negara rugi sekitar Rp 100 triliun per tahun," jelas Jokowi kepada wartawan, Senin (27/10/2025).
Untuk mengatasi kemacetan, pemerintah merencanakan MRT, LRT, Kereta Cepat, KRL, dan kereta bandara, agar masyarakat beralih dari transportasi pribadi ke transportasi umum.
Presiden Jokowi menegaskan, prinsip dasar transportasi massal layanan publik diutamakan, bukan laba.
"Transportasi umum tidak diukur dari laba, tetapi dari keuntungan sosial. Misalnya pengurangan emisi karbon, produktivitas masyarakat meningkat, polusi berkurang, waktu tempuh lebih cepat," tuturnya.
Ia juga mencontohkan subsidi pemerintah untuk MRT DKI Jakarta.
Jokowi menekankan, semua proyek transportasi massal menghasilkan social return on investment.
Artinya, keuntungan sosial yang diperoleh jauh lebih besar daripada sekadar hitungan finansial, termasuk mengurangi kemacetan dan kerugian ekonomi akibat macet, mempercepat waktu tempuh masyarakat, mengurangi polusi dan emisi karbon, dan meningkatkan produktivitas masyarakat.
"Subsidi Rp 800 miliar per tahun dari Lebak Bulus sampai Hotel Indonesia, diperkirakan Rp 4,5 triliun bila semua rute selesai. Itu adalah investasi sosial, bukan kerugian," ujarnya. (*)
Sumber: BeritaSatu.com
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »