Alasan Prabowo Beri Rehabilitasi ke Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi

Alasan Prabowo Beri Rehabilitasi ke Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi
Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada eks Direktur Utama (Dirut) ASDP Ferry Indonesia, Ira Puspadewi yang divonis 4,5 tahun penjara atas kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN). 

BENTENGSUMBAR.COM
- Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada eks Direktur Utama (Dirut) ASDP Ferry Indonesia, Ira Puspadewi yang divonis 4,5 tahun penjara atas kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN). 


Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan alasan Prabowo mengeluarkan surat rehabilitasi. Pemberian rehabilitasi karena banyaknya aspirasi dari masyarakat yang disampaikan kepada DPR RI dan Kementerian Hukum. 


"Jadi selama ini DPR  menjalankan fungsinya sebagai tempat untuk masyarakat menyampaikan berbagai aspirasi," kata Prasetyo dalam konferensi pers di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (25/11/2025).


Selain DPR, Kementerian Hukum juga menerima banyak aspirasi terkait kasus-kasus hukum yang terjadi di Indonesia. Kementerian Hukum lantas mengkaji aspirasi-aspirasi tersebut dari berbagai sisi, termasuk dari pakar hukum.


"Kemudian atas surat usulan dari permohonan dari DPR yang kemudian ditindaklanjuti dalam satu minggu ini oleh Menteri Hukum," ujarnya.


Prasetyo menyampaikan Menteri Hukum memberikan saran kepada Presiden Prabowo untuk menggunakan hak memberikan rehabilitasi kepada eks Dirut ASDP, Ira Puspadewi. Prabowo pun menandatangani surat pemberian rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan dua terdakwa lainnya dalam kasus ini yakni Muhammad Yusuf Hadi dan saudara Harry Muhammad Adhi Wicaksono.


"Bapak Presiden memberikan keputusan untuk menggunakan hak beliau di dalam kasus yang tadi sudah disebutkan kasusnya sudah berjalan cukup lama kepada menimpa kepada Dirut ASDP beserta beberapa orang jajaran di ASDP atas nama saudara Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi dan saudara Harry Muhammad Adhi Wicaksono berdasarkan permohonan dari Kementerian Hukum," jelas Prasetyo.


Prasetyo melanjutkan, pemberian rehabilitasi kepada Ira Puspadewi akan diproses sesuai peraturan perundang-undangan.


"Untuk selanjutnya supaya kita proses sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku," ucap Prasetyo.


Vonis Ira Puspadewi


Mantan Dirut ASDP Ira Puspadewi divonis penjara 4 tahun dan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN). Ira dinilai terbukti bersalah melakukan korupsi.


"Menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif kedua," kata Hakim Ketua Sunoto pada sidang pembacaan vonis majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2025).


Selain Ira, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono juga dijatuhi pidana masing-masing 4 tahun penjara. Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda.


Untuk Ira Puspadewi, denda yang dikenakan sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama tiga bulan. Sementara untuk Yusuf Hadi dan Harry Muhammad dijatuhi pidana denda masing-masing sebesar Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.


Ketiga terdakwa dinyatakan telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Pertimbangan Hakim


Sebelum menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan perbuatan para terdakwa yang tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), sebagai hal pemberat.


Begitu pula dengan perbuatan para terdakwa yang menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan negara sebagai direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta dampak perbuatan para terdakwa yang mengakibatkan ASDP terbebani utang dan kewajiban yang besar, menjadi pertimbangan memberatkan.


Sementara hakim ketua menyatakan perbuatan para terdakwa yang bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi, tetapi kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan iktikad baik dalam prosedur serta tata kelola aksi korporasi ASDP dipertimbangkan sebagai alasan meringankan vonis.


Selain itu, hal meringankan lainnya yang dipertimbangkan, yakni para terdakwa berhasil memberikan warisan untuk ASDP, tidak terbukti menerima keuntungan finansial, memiliki tanggungan keluarga, serta terdapat beberapa aksi korporasi yang dapat dioperasikan untuk kepentingan publik.


Hakim Ketua Nyatakan "Dissenting Opinion"


Hakim Ketua Sunoto menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam putusan tersebut. Menurut Sunoto, perbuatan ketiga terdakwa dalam kasus tersebut bukan merupakan tindak pidana korupsi, melainkan keputusan bisnis yang tidak optimal, namun diambil dengan iktikad baik, yang dilindungi oleh Business Judgement Rule, serta tidak ada niat jahat merugikan keuangan negara.


"Pertanggungjawaban yang tepat atas keputusan bisnis tersebut adalah melalui mekanisme gugatan perdata, sanksi administratif, dan perbaikan sistem tata kelola perusahaan," ucap Sunoto.


Dia menegaskan hukuman pidana merupakan ultimum remedium (upaya terakhir) yang hanya boleh digunakan untuk perbuatan yang benar-benar memenuhi unsur tindak pidana dan dilakukan dengan niat jahat.


Dengan demikian, Sunoto menilai pemidanaan para terdakwa dalam kondisi faktual seperti itu akan menimbulkan dampak yang sangat luas bagi dunia usaha Indonesia, khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN).


Selain itu, direktur dinilai akan menjadi sangat takut untuk mengambil keputusan bisnis yang mengandung risiko meskipun keputusan tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan perusahaan.


"Profesional-profesional terbaik akan berpikir berkali-kali untuk menerima posisi kepimpinan di BUMN karena khawatir setiap keputusan bisnis yang tidak optimal dapat dikriminalisasi," tuturnya.


Sunoto berpendapat hal itu pada akhirnya akan merugikan kepentingan nasional karena BUMN memerlukan keberanian untuk berorganisasi dan berkembang guna bersaing di tingkat global.


Oleh karena itu, kata dia, meski perbuatan para terdakwa terbukti dilakukan, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana lantaran unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan tidak terpenuhi secara meyakinkan.


"Maka berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP, para terdakwa seharusnya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag van rechtsvervolging," ucap Sunoto, dilansir Antara. (*) 


Sumber: Liputan6.com

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »