Kasus Ira Puspadewi Menimbulkan Kerugian Keuangan Negara Senilai Rp 1,25 Triliun

Kasus Ira Puspadewi Menimbulkan Kerugian Keuangan Negara Senilai Rp 1,25 Triliun
Nilai kerugian itu diungkap dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukum mantan Direktur Utama PT ASDP (2017–2024), Ira Puspadewi.
BENTENGSUMBAR.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kerugian negara sebesar Rp 1,25 triliun dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry tidak direkayasa.


Diketahui, nilai kerugian itu diungkap dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukum mantan Direktur Utama PT ASDP (2017–2024), Ira Puspadewi.


“Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa Terdakwa Saudari Ira Puspadewi, selaku Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024, terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dalam kerja sama akuisisi PT JN oleh PT ASDP. Atas perbuatan tersebut, menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp 1,25 triliun,” kata Juru bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Senin (24/11/2025).


Budi menegaskan, angka kerugian negara bukan hasil asumsi, melainkan berdasarkan perhitungan terhadap selisih antara harga transaksi dan nilai perusahaan yang diakuisisi.


Menurut dia, nilai kerugian yang nyaris mencapai total loss itu bukan hanya menimbang persentase aset, tetapi juga dampak finansial dan bisnis terhadap PT ASDP.


“Nilai kerugian yang besar dan hampir mendekati kerugian total atau total loss tersebut merupakan selisih antara harga transaksi dengan nilai yang diperoleh PT ASDP (price vs value), serta mencerminkan dampak finansial dan bisnis akuisisi terhadap PT ASDP pada saat akuisisi,” jelas Budi.


Budi menjelaskan, kerugian negara terjadi karena adanya perbuatan melawan hukum yang mempengaruhi proses penilaian aset dan perusahaan. Kemudian, KPK pun meyakini pengkondisian penilaian dilakukan secara sadar tanpa sepengetahuan pihak manajemen ASDP.


“Kerugian Negara yang terjadi merupakan dampak dari Perbuatan melawan hukum dalam proses akuisisi termasuk di antaranya pengkondisian proses dan hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang melakukan valuasi kapal dan valuasi perusahaan secara keseluruhan,” beber Budi.


“Pengkondisian kapal tersebut terjadi atas sepengetahuan Direksi PT ASDP, sementara nilai valuasi saham/Perusahaan, KJPP menyesuaikan dengan ekspektasi Direksi ASDP, termasuk penentuan Discount on Lack of Marketability (DLOM) yang lebih rendah dari opsi yang tersedia,” imbuhnya.


Budi melanjutkan, menurut KPK, kondisi keuangan PT JN seharusnya menjadi pertimbangan utama sebelum akuisisi dilakukan. Namun, fakta tersebut justru diabaikan oleh Direksi ASDP.


“Selain itu, kondisi kesehatan keuangan PT JN sebagai perusahaan yang diakuisisi dalam periode sebelum diakusisi (2017-2021) dalam tren menurun atau declining, yang terlihat dari rendahnya dan semakin menurunnya rasio profitabilitas atau Return on Assets, serta kemampuan penyelesaian kewajiban lancar atau rasio likuiditas. Namun hal itu tidak menjadi pertimbangan Direksi dan tidak dievaluasi bersama dengan konsultan due diligence untuk menilai kelayakan akuisisi,” ungkap Budi.


Dampaknya, sambung Budi, KPK menilai keputusan bisnis yang diambil tidak hanya merugikan negara di awal transaksi, namun juga berpotensi menimbulkan kerugian berganda.


“Sampai dengan saat ini PT JN sebagai anak perusahaan PT ASDP masih rugi dan masih punya kewajiban atau hutang yang harus dilunasi,” ujar dia. (*) 


Sumber: Liputan6. com

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »