BANYAK yang menyangka, pemimpin yang tegas itu adalah pemimpin yang suka marah-marah kepada anak buahnya. Pemimpin yang suka mengatakan anak buahnya goblok atau caci maki lainnya. Padahal, itu bukanlah bentuk ketegasan, tetapi tak lebih dari pada pemimpin pemarah yang menganggap anak buahnya tak lebih dari seorang budak. Dia memposisikan diri bak raja, dan anak buah harus tunduk serendah-rendahnya padanya.
Menurut Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, tegas memang tidak identik dengan muka yang merah, mata yang melotot, dengan suara yang berteriak-teriak apa lagi dengan melemparkan benda-benda lain yang ada di sekitarnya kepada siapa saja yang tidak berdaya. Sosok seperti itu bukanlah pemimpin yang tegas, bahkan ia sama sekali bukan sosok pemimpin.
Ketegasan memang tidak lahir dari tampilan orang yang sangar. Ia lebih banyak lahir dari pemimpin yang sederhana, lembut, dan penuh kasih sayang. Contoh yang tidak terbantahkan; lihat dan teladanilah Jenderal Sudirman. Beliau begitu sederhana namun sangat tegas ketika bersikap non kompromi dalam bentuk apapun terhadap penjajah.
Dia pun berpendapat, ketegasannya juga dapat dilihat saat menolak semua deal-deal politik transaksional untuk bagi-bagi kekuasaan. Baginya, lebih baik membangun koalisi kecil, tapi solid dan hanya berorientasi pada kerja keras membangun masa depan bangsa yang lebih baik, daripada koalisi besar yang berorientasi bagi-bagi kekuasaan. Kalau itu terjadi hampir mustahil pemerintah bisa berbuat untuk bangsa. (Pendapat Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan dapat Anda baca di tribunnews.com dan beritasatu).
Menurut Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, tegas memang tidak identik dengan muka yang merah, mata yang melotot, dengan suara yang berteriak-teriak apa lagi dengan melemparkan benda-benda lain yang ada di sekitarnya kepada siapa saja yang tidak berdaya. Sosok seperti itu bukanlah pemimpin yang tegas, bahkan ia sama sekali bukan sosok pemimpin.
Ketegasan memang tidak lahir dari tampilan orang yang sangar. Ia lebih banyak lahir dari pemimpin yang sederhana, lembut, dan penuh kasih sayang. Contoh yang tidak terbantahkan; lihat dan teladanilah Jenderal Sudirman. Beliau begitu sederhana namun sangat tegas ketika bersikap non kompromi dalam bentuk apapun terhadap penjajah.
Dia pun berpendapat, ketegasannya juga dapat dilihat saat menolak semua deal-deal politik transaksional untuk bagi-bagi kekuasaan. Baginya, lebih baik membangun koalisi kecil, tapi solid dan hanya berorientasi pada kerja keras membangun masa depan bangsa yang lebih baik, daripada koalisi besar yang berorientasi bagi-bagi kekuasaan. Kalau itu terjadi hampir mustahil pemerintah bisa berbuat untuk bangsa. (Pendapat Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan dapat Anda baca di tribunnews.com dan beritasatu).
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekeliling mu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (QS. Ali Imran ayat 159).
Sebagaimana pilpres, ketegasan kembali menjadi isu hangat pada pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Sumatera Barat 2015 ini. Kelemah lembutan, tidak pemarah, tidak suka berkata kotor, pemaaf dan penyabarnya Irwan Prayitno Datuk Rajo Bandaro Basa menyebabkan dia dituding sebagai pemimpin yang tidak tegas. Lawan-lawan politiknya mencoba membangun persepsi negetif dengan mengatakan Irwan Prayitno bukanlah sosok pemimpin yang tegas dalam mengambil kebijakan.
Padahal, kalau disimak rekam jejak Irwan Prayitno selama menjabat Gubernur Sumatera Barat periode 2010-2015, justru dia termasuk sosok pemimpin yang tegas. Dalam mengangkat dan memberhentikan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Irwan Prayitno menegaskan sikapnya hanya akan mengangkat dan memberhentikan pejabat melalui mekanisme yang jelas dan berdasarkan pertimbangan objektif. Bukan berdasarkan pertimbangan orang dekat, tim sukses, teman sekampung, ataupun karena membayar uang setoran.
Pengangkatan pejabat eselon di semua SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) dilakukan sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku. Dalam hal ini, proses fit and proper test dan uji kemampuan seseorang dalam memangku jabatan. Namun, dalam penilaian tersebut, Irwan juga memperhatikan nilai kinerja, loyalitas dan kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah sebagai pelaksanaan visi dan misi gubernur. Di luar faktor-faktor di atas, Irwan juga menolak keras adanya uang setoran dalam setiap pengusulan pejabat.
Publik Sumatera Barat pasti masih ingat proses pergantian Akmal, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Sumbar, yang dilakukan secara mendadak, sehingga undangan yang diterima para pejabat yang hadir pun sebagian besar melalui pesan singkat di telepon selular hanya beberapa jam saja sebelum acara pelantikan.
Menurut Irwan Prayitno, dalam sebuah wawancara dengan penulis, sebab Akmal diberhentikan secara mendadak waktu itu terkait bantuan pusat. Pemerintah pusat banyak memberikan bantuan untuk Sumbar dan harus segera direalisasikan. Untuk merealisasikan bantuan pusat tersebut, terganjal oleh Akmal sendiri. Bantuan itu di antaranya untuk kelancaran transportasi darat, perluasan pelabuhan Teluk Bayur, penyelesaian pelabuhan Teluk Tapang, realisasi rute kereta api Duku-BIM dan pembenahan angkutan laut, angkutan udara serta komunikasi informasi.
Dikatakan Irwan Prayitno, ketegasan itu harus sesuai aturan. Jika tidak, maka akan berdampak buruk kepada organisasi pemerintahan. Jika seorang pejabat menjadi penyebab terhalangnya reaslisasi bantuan pemerintah pusat karena tidak mau menandatangani surat sebagai syarat pencairan bantuan tersebut, maka sikap tegas harus diambil seorang pemimpin terhadap pejabat yang bersangkutan. Ketegasan harus dilakukan, pada saat kondisi yang diperlukan yaitu pada saat dimana suatu kondisi sudah mulai labil atau tidak stabil (Process and Human Approach), disini seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan untuk mengembalikan kondisi menjadi normal kembali. Jika tidak, maka kondisi akan bertambah buruk sejalan dengan lamanya tindakan yang diambil.
Bagi Irwan Prayitno, Lembut ada tempatnya dan Tegas ada saatnya. Kelembutan harus dikedepankan dan diutamakan, sedang ketegasan merupakan solusi akhir jika kelembutan tak mampu menyelesaikan persoalan. Tegas bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah serta mengambil kebijakan sesuai aturan yang ada. Tegas bukan berarti marah, dan marah bukan suatu ketegasan, keduanya sangatlah diperlukan dalam memimpin. Tetapi pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tegas bukan yang pemarah. Ini merupakan sikap seorang pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh rakyatnya.
Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, dan Ia menyukai kelembutan dalam segala urusan." (HR Bukhari). "Mohonlah pertolongan Allah. Campurlah sikap keras dengan segenggam kelembutan, lembutlah ketika kelembutan itu yang terbaik. Dan mantapkan kekerasan saat engkau tidak lagi mendapatkan cara kecuali kekerasan." (Imam Ali ra).
Robbanaa aatinaa min ladunka rohmatan wa hayyi lanaa min amrinaa rosyadaa. Laa ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzolimin. Ya Allah, berilah rahmat pada kami dan beri kami petunjuk yang lurus serta sempurna. Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zholim. Wallahu A'alam Bishawab.
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya
Waki Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kota Padang/Pimpinan Bara Online Media (BOM) Group
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »