Fanomena Aneh di Kota Penghafal al Quran

Penertiban Tempat Hiburan oleh Satpol PP  Kota Padang. Fotdok: Amrizal Rengganis.
Penertiban Tempat Hiburan oleh Satpol PP Kota Padang.
Fotdok: Amrizal Rengganis. 
PADA masa kepemimpinan Walikota Fauzi Bahar, Kota Padang dicanangkan sebagai Kota Serambi Madinah Al Munawwarah. Sejak kepemimpinan Fauzi Bahar pula, sebagian kecil produk hukum, apakah itu Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Walikota (Perwako) mulai mengadobsi nilai-nilai Islam.

Nilai-nilai ajaran Islam dimasukan ke dalam Perda dan Perwako dengan tujuan menampung kearifan lokal. Sebab, di Ranah Minang, dan Ranah Bingkuang atau Kota Padang adalah bagian dari Alam Minangkabau itu sendiri, berlaku falsafah ABS-SBK (Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah).

Falsafah adat tersebut mengharuskan orang Minangkabau untuk mempedomani ajaran adat dan agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Pemberlakuannya tentu tidak hanya sebatas penerapan ajaran pokok agama Islam: salat, puasa, zakat, infak, sedekah, dan perkawinan. Tetapi beberapa bagian hukum jinayah atau pidana Islam, walau penerapannya tak persis sama seperti di negara-negara yang totalitas menerapkan hukum Islam, sudah mulai ditampung dalam beberapa Perda dan Perwako terkait.

Fauzi Bahar sendiri dijuluki Bapak Zakat Kota Padang, karena pada masa kepemimpinannya zakat dikumpulkan secara masif melalui Badan Amil Zakat Daerah (Bazda). Pegawai Negeri Sipil (PNS) diwajibkan membayar zakat, sehingga penerimaan zakat meningkat tajam, mencapai miliaran rupiah.

Tak hanya itu, Fauzi Bahar juga mencanangkan Subuh Mubarakah dan hafal Asmaul Husna. PNS dan pelajar wajib mengikuti kegiatan ini. PNS dan pelajar pun diwajibkan berbusana muslim. Khusus pada bulan Ramadhab, pelajar tidak beraktivitas di sekolah semata, tetapi sebagian besar hari mereka di habiskan di Surau, Mushalla, dan Mesjid untuk mengikuti kegiatan Pesantren Ramadhan.

Program-program keagamaan yang telah dirintis Fauzi Bahar dilanjutkan oleh walikota saat ini, yaitu Mahyeldi Ansharullah. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pun tidak mau ketinggalan, berbagai program keagamaan pun dia canangkan. Sebut saja misalnya, pencanangan Kota Padang sebagai Kota Penghafal al Quran atau Kota Layak Penghafal al Quran, Tahajud Gathering, program Koperasi Syariah, dan semakin banyaknya ASN Pemerintah Kota Padang yang rutin melaksanakan salat dhuha serta puasa Senin-Kamis.

Namun ada fanomena yang berbeda antara kepemimpinan Fauzi Bahar dan Mahyeldi Ansharullah. Salah satu contohnya adalah soal perizinan tempat hiburan malam dan sejenisnya. Pada masa Fauzi Bahar, pengelola tempat hiburan amat sulit memperoleh izin. Kebanyakan beroperasi tanpa izin, sehingga karena beroperasi secara liar, banyak diantara tempat hiburan tersebut yang disegel, terutama tempat hiburan yang berbau-bau maksiat.

Pemberian izin pun diperketat, aturan jarak antara tempat hiburan dengan rumah ibadah dan sarana pendidikan diatur jelas. Minimal jaraknya 200 meter, disamping persyaratan lainnya. Akibatnya, banyak tempat hiburan yang beroperasi tanpa izin. Kalau toh ada, hanya sekedar surat pemberitahuan dari dinas terkait soal batas jam beroperasi dan jenis minuman yang boleh dijual atau dilarang dijual. Biasanya ditempel di dekat kasir tempat hiburan.

Sejak Mahyeldi Ansharullah menjabat Walikota Padang, aturan jarak ini tidak lagi terdapat dalam Perwako yang dikeluarkannya sebagai perubahan atas Perwako yang dibuat semasa Fauzi Bahar. Perubahan Perwako ini juga diakui oleh Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BMP2T), Didi Aryadi dalam beberapa kali wawancara dengan penulis.  Tentunya pengusaha tempat hiburan sedikit lega, karena syarat yang memberatkan mereka selama ini sudah mulai berkurang.

Dihapusnya jarak minimal tempat hiburan dan karoke dari rumah ibadah, dan sekolah di Kota Padang membuat prihatin sebagian kalangan. Padahal, dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang nomor:5 tahun 2012 yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Walikota (Perwako) nomor: 6 tahun 2013, jaraknya diatur minimal 200 meter.

Ironisnya, Perwako nomor: 6 tahun 2013 tersebut dirubah dengan Perwako nomor: 27 tahun 2014 tentang Izin Gangguan tidak lagi mengatur jarak minimal tempat hiburan dari rumah ibadah dan sekolah. Parahnya, pada saat penyusunan Perda nomor:5 tahun 2012, sebagaimana diungkapkan mantan Ketua Pansus I Yulisman Yacoeb, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) termasuk yang ngotot jarak tempat hiburan dan karoke dari rumah ibadah dan sekolah minimal 500 meter.

Pertumbuhan tempat hiburan di Kota Padang mengalami peningkatan yang cukup tajam. Data pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, saat ini ada 22 usaha penyelenggaraan hiburan dan rekreasi yang memiliki izin Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Dari 22 jenis hiburan tersebut, delapan merupakan tempat karaoke, satu panti pijat, satu bilyard, dan selebihnya berupa pusat kebugaran, cafetaria, taman rekreasi, dan warung kopi. Saat ini, di Kota Padang salon dan spa yang telah memiliki izin TDUP sebanyak 32 buah, sedangkan akomodasi di Kota Padang sebanyak 139 buah, yang terdiri dari hotel, penginapan dan pondok wisata.

Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, Medi Iswandi, Kota Padang memang sudah ditetapkan sebagai destinasi wisata syariah. Namun, konsep syariah yang dimaksud tidak mutlak seperti Aceh yang merupakan daerah istimewa. Makanya, pihaknya hanya baru sebatas menghimbau pihak hotel dan tempat hiburan agar memasang pemberitahuan "dilarang berbuat maksiat" di lokasi usaha mereka.

Pengawasan terus dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang terhadap hotel dan tempat hiburan yang ada, termasuk terhadap salon dan spa. Jika ada indikasi suatu hotel, tempat hiburan, salon, dan spa yang dijadikan lokasi maksiat atau terindikasi berbau maksiat, maka penindakan dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang.

Medi Iswandi pun mengakui, masih banyak tempat hiburan yang belum memiliki izin TDUP. Mereka bebas beroperasi, namun pengawasan tetap dilakukan. Saat ini memang belum ada tempat hiburan musik karaoke, salon, spa, panti pijit, tempat rekreasi dan sejenisnya yang berlabel syariah, namun untuk hotel memang sudah ada.

Medi Iswandi pun berjanji akan mempelajari terlebih dahulu aturan terkait tentang tempat hiburan, terutama aturan jarak. Jika memang perlu dilakukan revisi terhadap Perwako yang ada, maka Medi Iswandi akan mengusulkannya kepada Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Barat Buya Gusrizal Gazahar termasuk orang yang menyayangkan banyaknya tempat hiburan yang tumbuh dan menjamur saat ini di Sumatera Barat, terutama Kota Padang. Apatah lagi, generasi muda dan pelajar dengan mudah memasuki tempat hiburan tersebut.

Untuk itu, kata Buya Gusrizal Gazahar, dengan adanya ide untuk menjadikan Sumatera Barat sebagai destinasi wisata syariah, dimana ada fasilitas perhotelan segala macam yang harus didorong agar sesuai dengan ketentuan syariat. Tujuannya untuk meminimalisir kegiatan-kegiatan yang mengarah ke pelanggaran norma agama.

Ia menegaskan, program-program keagamaan yang selama ini dicanangkan oleh pemda harus ditingkatkan. Tetapi masyarakat juga harus waspada untuk mengantisipasi hal-hal yang bersifat merusak, sehingga program-program keagamaan itu efektif membentuk kepribadian yang diharapkan dari anak.


Wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq. Semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus.

Ditulis Oleh:
Zamri Yahya
Anggota Muda PWI Cabang Sumatera Barat/Wakil Ketua FKAN Pauh IX Kota Padang

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »