Ramai soal Jasa Nikah Siri di TikTok, Kemenag Ingatkan Risikonya

Ramai soal Jasa Nikah Siri di TikTok, Kemenag Ingatkan Risikonya
Media sosial khususnya TikTok sedang diramaikan dengan jasa nikah siri yang kian marak dipromosikan secara terbuka. (Ilustrasi/Net) 
BENTENGSUMBAR.COM - Media sosial khususnya TikTok sedang diramaikan dengan jasa nikah siri yang kian marak dipromosikan secara terbuka.


Berdasarkan pantauan Kompas.com pada Senin (24/11/2025), sejumlah akun yang menawarkan layanan tersebut tersebar di berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Tangerang Selatan, Jakarta Timur, Batam, juga Lampung.


Paket layanan yang dipasarkan pun beragam. Ada yang menyediakan sekadar jasa akad, ada pula yang menawarkan paket lengkap beserta sertifikat nikah siri, dengan tarif mulai dari Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta.


Bahkan sebuah akun bernama Nikah Siri dan KUA Batam mengeklaim telah berpengalaman menangani klien dari tiga negara, meliputi Indonesia, Singapura, dan Malaysia.


Fenomena ini langsung menyedot perhatian warganet dan memicu perdebatan. Sebagian pengguna mengkritik keras praktik tersebut.


“Waduh kok ada yang begini, jangan mau nikah siri,” ujar pemilik akun @AdvMSyaif***.


Pengguna lain memperingatkan risiko yang ditanggung perempuan.


“Jangan mau dinikahi secara siri, berbahaya dan merugikan perempuan,” tulis @yahtari***.


Di tengah maraknya promosi dan pro-kontra yang mengiringi, lantas bagaimana tanggapan resmi Kementerian Agama RI terhadap fenomena jasa nikah siri yang tumbuh subur di media sosial ini?


Kemenag soroti maraknya jasa nikah siri di media sosial


Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kementerian Agama RI, Dr. H. Ahmad Zayadi, M.Pd, angkat bicara terkait fenomena jasa nikah siri yang belakangan marak dipromosikan melalui berbagai platform media sosial.


Ia menegaskan bahwa pemerintah terus memantau fenomena ini karena praktik tersebut berpotensi menimbulkan persoalan serius.


“Kami melihat promosi jasa nikah siri ini bukan sekadar tren digital, tetapi membawa risiko keagamaan, sosial, hingga hukum yang dapat merugikan masyarakat, terutama perempuan dan anak,” ujar Ahmad saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (24/11/2025).


Menurutnya, pemerintah menilai persoalan ini tidak boleh dipandang remeh karena menyangkut perlindungan warga negara dan kepastian hukum dalam sebuah ikatan perkawinan.


Aturan perkawinan dan risiko nikah siri


Ahmad menjelaskan bahwa landasan hukum mengenai sahnya sebuah perkawinan sudah diatur tegas dalam perundang-undangan Indonesia.


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang diperbarui melalui UU Nomor 16 Tahun 2019, sebuah perkawinan dinyatakan sah bila memenuhi dua unsur, yaitu sah menurut agama dan dicatatkan oleh negara. 


“Pencatatan itu bukan urusan administrasi semata. Itu adalah instrumen perlindungan hukum yang memastikan kedua belah pihak suami dan istri memenuhi hak dan kewajibannya,” jelasnya.


Lebih jauh, ketentuan pelaksanaan melalui PP Nomor 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2024 menegaskan bahwa setiap akad nikah harus dilakukan dalam pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau penghulu. 


Pengawasan ini mencakup verifikasi identitas, usia calon mempelai, status perkawinan, keabsahan wali, serta keberadaan dua saksi yang memenuhi syarat.


Tanpa mekanisme tersebut, kata Ahmad, keabsahan perkawinan menjadi sulit dipertanggungjawabkan baik secara syariat maupun negara.


Ahmad juga menyoroti bahwa jasa nikah siri yang dijajakan secara komersial di media sosial umumnya mengabaikan standar syarat rukun nikah.


Mulai dari tidak adanya verifikasi wali, ketidakjelasan saksi, hingga tidak dilakukannya pemeriksaan umur calon mempelai. 


“Praktik seperti itu sangat rawan menimbulkan sengketa, penelantaran istri dan anak, poligami liar, sampai potensi eksploitasi,” tegasnya. 


Imbauan Kemenag kepada masyarakat 


Ahmad menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk memastikan perkawinan berlangsung dengan benar menurut syariat sekaligus memberi perlindungan hukum bagi seluruh pihak. 


Menurut dia, promosi jasa nikah siri yang sifatnya transaksional jelas bertentangan dengan prinsip mitsaqan ghalizha serta mengabaikan ketentuan hukum positif. 


“Karena itu tidak dapat dibenarkan, baik secara agama maupun negara,” ujarnya. 


Ia pun mengimbau masyarakat untuk selalu melangsungkan perkawinan melalui jalur resmi di Kantor Urusan Agama (KUA).


Dengan pencatatan negara, kata Ahmad, seluruh pihak terutama perempuan dan anak mendapat kepastian hukum dan perlindungan penuh. 


“Kami mengajak masyarakat agar tidak menggunakan jasa nikah tidak resmi yang beredar di media sosial. Ini demi mencegah dampak hukum, sosial, dan moral yang bisa merugikan,” tutupnya. (*) 


Sumber: Kompas.com

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »