![]() |
Muhammad Tauhid. |
BentengSumbar.com --- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Barat, M Tauhid mengatakan, bahwa pungutan liar (Pungli) di Jembatan Timbangan Oto (JTO) sudah menjadi rahasia umum. Untuk itu, dirinya menyarankan pada pemerintah untuk menutup jembatan timbang oto.
Pasalnya, jembatan yang diperuntukkan untuk mengawasi kelebihan muatan, justru menjadi ajang pungutan liar yang dibiarkan berlangsung secara bebas. Bahkan, M Tauhid mengaku, setiap kali ditanya wartawan soal itu, dia selalu terus menyarankan agar JTO tersebut ditutup.
“Saya setiap ditanya wartawan masalah jembatan timbangan, saya selalu menyarankan agar JTO itu ditutup saja. Soalnya setiap terjadi pergantian kepala dinas perhubungan, kita selalu berharap ada perubahan, tetapi faktanya ibarat batuka jigak jo baruak se,” kata M Tauhdid politisi dari Partai Hanura ini, sebagaimana dilansir tabloidbijak.com, Sabtu 23 Agustus 2014.
Menurut M Tauhid, dirinya telah berkali-kali mengingat kepala dinas perhubungan agar meningkatkan pengawasan di setiap jembatan timbangan oto. Soalnya, untuk apa gunanya jembatan timbangan kalau truk melebihi tonase dibiarkan merusak jalan yang dibangun dengan dana yang sangat besar. “Jujur saya tak melihat ada untungnya membuka jembatan timbangan oto,” tegas politisi yang vocal ini.
Kini, kata M Tauhid, keberadaan jembatan timbangan oto itu sama saja dengan membiarkan perbuatan oknum JTO melakukan pungli dan memeras para sopir truk. “Masalah pungli di JTO tu lah sadunia orang tahu dan tampaknyo oknum di JTO tu lah putus urek malunyo,” tambahnya.
Secara terpisah, Djamalus Datuk ketua tim investigasi LSM Mamak Ranah Minang menegaskan, meski praktek pungli di JTO sudah beberapa kali diberitakan media, namun praktek pungli tidak berkurang sedikipunn. Bahkan, tetap berlangsung tanpa ada kepedulian gubernur. “Dulu ambo ado mambaco koran kalau gubernur melakukan sidak dan tapi kini lah anok se dan ada kesan gubernur lah dapek jatah lo,” katanya.
Yang anehnya, kata Djamalus Datuk, pungli dikenakan hampir pada semua jenis angkutan barang baik yang melebihi 25 persen yang mestinya ditilang maupun yang kurang dari 25 persen yang mestinya bebas. “Saya nilai, pungli yang makin marak di jembatan timbang tersebut terjadi setelah diberlakukan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2008 tentang Pajak Daerah dan Retribusi,” ujarnya.
Kemudian, aturan yang dibuat hingga kini belum bisa diimplementasikan karena belum ada peraturan pemerintah yang tegas mengamanatkan bahwa kelebihan muatan angkutan barang tidak boleh dikenakan retribusi, kecuali yang melebihi 25 persen dikenakan tilang. “Tapi, fakta di lapangan menunjukan hampir semua angkutan barang yang melebihi muatan 25 persen keatas tidak ditilang, tetapi diselesaikan dengan pungli,” kata pengusaha rumah makan ini.
Selanjutnya, karena aturan tak diimplementasikan, maka muncul praktek pungli yang merusak moral atau mental aparat serta merusak jalan raya. Sebab, truk dengan muatan berlebih tetap bisa beroperasi di jalan raya sehingga jalan semakin rusak.
“Kini, JTO tutup saja. Jika tidak ditutup, maka harus ada pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 28 tahun 2009 tersebut. Caranya dengan membentuk tim intel yang anggotanya terdiri dari aparat kejaksaan dan kepolisian yang mempunyai kewenangan untuk menangkap aparat jembatan timbang yang curang atau melakukan pungli,” saranya.
Setiap wartawan dari berbagai media cetak harian dan mingguan yang mampir di setiap jembatan timbangan oto, selalu mendapat jatah dari petugas, asal yang bersangkutan menyebutkan diri sebagai wartawan. Yang hebatnya lagi, petugas jembatan timbangan oto selalu mengajak si wartawan duduk di ruangan yang telah disediakan.
Berdasarkan investigasi LSM Mamak, setiap wartawan yang mampir sudah disiapkan uang dalam amplop dengan jumlah Rp 30.000 rupiah, seperti yang terjadi timbangan oto Lubuk Selasih. Tapi kalau di timbangan Sungai Langsek setiap wartawan disiapkan Rp 50.000 rupiah.
Kemudian, petugas di jembatan timbangan oto tak akan pernah mau diwawancarai untuk meminta jumlah truk yang melebihi tonase. Alasan petugas di JTO karena dirinya tak berwenang memberikan keterangan dan kemudian yang bersangkutan menyarankan menghubungi kepala JTO.
Yang hebatnya lagi, ketika kepala JTO dihubungi, akan disarankan lagi untuk menghubungi kepala UPTD JTO di Dinas Perhubungan Sumatera Barat. Sementara untuk menemui UPTD di Dinas Perhubungan Sumbar tidak mudah dan karena yang bersangkutan selalu tugas keluar. Meskipun ada ASN Dinas Perhubungan, tak mau memberikan nomor handphone kepala UPTD dengan alasan tak tahu.
Sedangkan setiap mobil yang melebihi tonase, seperti truk yang membawa batu bara dan semen selalu dikenakan bayarang Rp 100.000 ribu rupiah, sebagaimana pengakuan Andi salah seorang sopir truk PT Igasar tujuan Jambi.
Katanya, masalah pembayaran di jembatan timbangan oto itu, sudah tidak rahasia umum lagi dan bias ditanyakan kepada setiap sopir yang membawa mobil dengan tonase 34 ton. “Anggaran JTO itu karena telah disapkan bos, makanya saya berikan saja dengan petugas JTO,” katanya.
Sedangkan mobil angkutan batubara, kelihatannya sudah ada kesepakatan bayaran bulanan melalui yang punya mobil. Yang anehnya lagi, kata Andi, disatu wilayah terdapat dua jembatan timbangan oto, seperti JTO Sungai Langsek dan JTO Batang Kariang menuju Kabupaten Taluk Kuantan.
“Walaupun saya sudah membayar di Sungai Langsek, tapi juga kena di Batang Kariang, karena saya akan membawa truk ke Rengat,” katanya sembari menambahkan, padahal tujuan JTO Batang Kariang untuk truk dari Jambi menuju Pekanbaru atau Rengat.
Sementara itu, Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Barat H Muslim Kasim ketika dikonfirmasi berjanji akan melakukan sidak ke beberapa JTO. "Saya akan sidak mereka, jika terbukti, akan saya kasih sanksi," ujarnya. (BY/Bijak)
Pasalnya, jembatan yang diperuntukkan untuk mengawasi kelebihan muatan, justru menjadi ajang pungutan liar yang dibiarkan berlangsung secara bebas. Bahkan, M Tauhid mengaku, setiap kali ditanya wartawan soal itu, dia selalu terus menyarankan agar JTO tersebut ditutup.
“Saya setiap ditanya wartawan masalah jembatan timbangan, saya selalu menyarankan agar JTO itu ditutup saja. Soalnya setiap terjadi pergantian kepala dinas perhubungan, kita selalu berharap ada perubahan, tetapi faktanya ibarat batuka jigak jo baruak se,” kata M Tauhdid politisi dari Partai Hanura ini, sebagaimana dilansir tabloidbijak.com, Sabtu 23 Agustus 2014.
Menurut M Tauhid, dirinya telah berkali-kali mengingat kepala dinas perhubungan agar meningkatkan pengawasan di setiap jembatan timbangan oto. Soalnya, untuk apa gunanya jembatan timbangan kalau truk melebihi tonase dibiarkan merusak jalan yang dibangun dengan dana yang sangat besar. “Jujur saya tak melihat ada untungnya membuka jembatan timbangan oto,” tegas politisi yang vocal ini.
Kini, kata M Tauhid, keberadaan jembatan timbangan oto itu sama saja dengan membiarkan perbuatan oknum JTO melakukan pungli dan memeras para sopir truk. “Masalah pungli di JTO tu lah sadunia orang tahu dan tampaknyo oknum di JTO tu lah putus urek malunyo,” tambahnya.
Secara terpisah, Djamalus Datuk ketua tim investigasi LSM Mamak Ranah Minang menegaskan, meski praktek pungli di JTO sudah beberapa kali diberitakan media, namun praktek pungli tidak berkurang sedikipunn. Bahkan, tetap berlangsung tanpa ada kepedulian gubernur. “Dulu ambo ado mambaco koran kalau gubernur melakukan sidak dan tapi kini lah anok se dan ada kesan gubernur lah dapek jatah lo,” katanya.
Yang anehnya, kata Djamalus Datuk, pungli dikenakan hampir pada semua jenis angkutan barang baik yang melebihi 25 persen yang mestinya ditilang maupun yang kurang dari 25 persen yang mestinya bebas. “Saya nilai, pungli yang makin marak di jembatan timbang tersebut terjadi setelah diberlakukan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2008 tentang Pajak Daerah dan Retribusi,” ujarnya.
Kemudian, aturan yang dibuat hingga kini belum bisa diimplementasikan karena belum ada peraturan pemerintah yang tegas mengamanatkan bahwa kelebihan muatan angkutan barang tidak boleh dikenakan retribusi, kecuali yang melebihi 25 persen dikenakan tilang. “Tapi, fakta di lapangan menunjukan hampir semua angkutan barang yang melebihi muatan 25 persen keatas tidak ditilang, tetapi diselesaikan dengan pungli,” kata pengusaha rumah makan ini.
Selanjutnya, karena aturan tak diimplementasikan, maka muncul praktek pungli yang merusak moral atau mental aparat serta merusak jalan raya. Sebab, truk dengan muatan berlebih tetap bisa beroperasi di jalan raya sehingga jalan semakin rusak.
“Kini, JTO tutup saja. Jika tidak ditutup, maka harus ada pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 28 tahun 2009 tersebut. Caranya dengan membentuk tim intel yang anggotanya terdiri dari aparat kejaksaan dan kepolisian yang mempunyai kewenangan untuk menangkap aparat jembatan timbang yang curang atau melakukan pungli,” saranya.
Setiap wartawan dari berbagai media cetak harian dan mingguan yang mampir di setiap jembatan timbangan oto, selalu mendapat jatah dari petugas, asal yang bersangkutan menyebutkan diri sebagai wartawan. Yang hebatnya lagi, petugas jembatan timbangan oto selalu mengajak si wartawan duduk di ruangan yang telah disediakan.
Berdasarkan investigasi LSM Mamak, setiap wartawan yang mampir sudah disiapkan uang dalam amplop dengan jumlah Rp 30.000 rupiah, seperti yang terjadi timbangan oto Lubuk Selasih. Tapi kalau di timbangan Sungai Langsek setiap wartawan disiapkan Rp 50.000 rupiah.
Kemudian, petugas di jembatan timbangan oto tak akan pernah mau diwawancarai untuk meminta jumlah truk yang melebihi tonase. Alasan petugas di JTO karena dirinya tak berwenang memberikan keterangan dan kemudian yang bersangkutan menyarankan menghubungi kepala JTO.
Yang hebatnya lagi, ketika kepala JTO dihubungi, akan disarankan lagi untuk menghubungi kepala UPTD JTO di Dinas Perhubungan Sumatera Barat. Sementara untuk menemui UPTD di Dinas Perhubungan Sumbar tidak mudah dan karena yang bersangkutan selalu tugas keluar. Meskipun ada ASN Dinas Perhubungan, tak mau memberikan nomor handphone kepala UPTD dengan alasan tak tahu.
Sedangkan setiap mobil yang melebihi tonase, seperti truk yang membawa batu bara dan semen selalu dikenakan bayarang Rp 100.000 ribu rupiah, sebagaimana pengakuan Andi salah seorang sopir truk PT Igasar tujuan Jambi.
Katanya, masalah pembayaran di jembatan timbangan oto itu, sudah tidak rahasia umum lagi dan bias ditanyakan kepada setiap sopir yang membawa mobil dengan tonase 34 ton. “Anggaran JTO itu karena telah disapkan bos, makanya saya berikan saja dengan petugas JTO,” katanya.
Sedangkan mobil angkutan batubara, kelihatannya sudah ada kesepakatan bayaran bulanan melalui yang punya mobil. Yang anehnya lagi, kata Andi, disatu wilayah terdapat dua jembatan timbangan oto, seperti JTO Sungai Langsek dan JTO Batang Kariang menuju Kabupaten Taluk Kuantan.
“Walaupun saya sudah membayar di Sungai Langsek, tapi juga kena di Batang Kariang, karena saya akan membawa truk ke Rengat,” katanya sembari menambahkan, padahal tujuan JTO Batang Kariang untuk truk dari Jambi menuju Pekanbaru atau Rengat.
Sementara itu, Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Barat H Muslim Kasim ketika dikonfirmasi berjanji akan melakukan sidak ke beberapa JTO. "Saya akan sidak mereka, jika terbukti, akan saya kasih sanksi," ujarnya. (BY/Bijak)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »