![]() |
Ilustrasi: I'tikaf di Mesjid. |
SEBENARNYA mengapa di hari iedul fitri kita saling memaafkan ?
Budaya agama kita mengajarkan bahwa Iedul fitri bermakna kembali suci, terhapus segala dosa2nya dan hari kemenangan karena sudah berpuasa sebulan lamanya. Tapi apakah benar kita kembali suci dan terbebas dari dosa ? Sebegitu mudahnya-kah dosa dihilangkan ?
Rasulullah Saw berkata, "Sesungguhnya bulan Ramadhan dinamakan Ramadhan sebab ia melelehkan dosa-dosa..."
Kita ibaratkan saja bahwa bulan Ramadhan ini adalah gunung yang di tiap tingkatnya ada taman-teman surga yang berisi pohon berbuah lebat. Ketika kita memetik buahnya dan memakannya, maka leleh-lah beberapa karat dosa kita. Ini nikmat yang diturunkan Tuhan kepada hamba-Nya.
Tapi yang harus kita ingat memang, bahwa untuk meraih tiap tingkat pendakian itu tidaklah mudah. Hampir sebulan ini kita berbicara amalan-amalan sunnah yang harus kita kerjakan diluar puasa, dan setiap malam tingkat kesulitannya berbeda.
Di awal-awal Ramadhan, diluar shalat sunnah umum, ada shalat khusus dengan 8 rakaat. Semakin ke tengah, rakaat dan bacaan shalatnya juga semakin banyak, ada yang 50 rakaat sampai 100 rakaat dengan tingkat reward yang berbeda pula. Semakin sulit, tentu semakin besar reward-nya. Semakin tinggi yang didaki, semakin banyak karat dosa yang terlelehkan.
Itu menunjukkan bahwa untuk memperoleh kemenangan dalam Ramadhan ini tidak-lah mudah, tidak hanya sekedar menyelesaikan puasa. Manusia harus berusaha keras mencapainya. Dan pendakian tertinggi tentu ada di malam Laliatul Qadr, puncak dari segalanya, kemudian jalan kembali menurun menuju hari kemenangan.
Nah, kesempurnaan mengerjakan semua amalan Ramadhan - baik yang wajib maupun yang sunnah - itulah yang akan menjadi ukuran kesucian manusia. Suci sesuai kapasitas amalan yang diraihnya. Keadilan Tuhan memang sesuai porsinya, bukan sama rata. Tuhan bukan komunis. Manusia boleh berharap bahwa ia kembali suci pada hari kemenangan, tetapi ukurannya tentulah harus sesuai dengan apa yang diusahakannya.
Pada titik inilah, saya memahami kenapa ada manusia-manusia yang begitu rindu akan datangnya Ramadhan. Mereka selalu merasa bahwa apa yang mereka lakukan di Ramadhan ini tidak sempurna. Banyak hal yang terlewatkan, yang mereka harap akan mereka perjuangkan di tahun depan. Mirip situasi seorang pendaki sejati, yang tidak mampu menyelesaikan etapenya kali ini dan tertantang untuk menyelesaikannya tahun depan.
Dan perlu kita tahu, bahwa silaturahmi mendapat tempat mulia dalam bulan ini seperi yang pernah dikabarkan Nabi Saw. Karena itu, mereka yang paham akan berusaha menyambung tali silaturahmi sebagai penyempurna amalan yang sudah mereka lakukan.
Jadi ber-maaf-maafan di hari kemenangan, sejatinya bukanlah karena kita sama-sama sudah suci, mulai dari kosong-kosong seperti yang selama ini kita dengar. Tetapi lebih kepada menyempurnakan amalan.
Bagi yang mudik, saya ucapkan Titi DJ dan Dedi Dores. Selamat menyempurnakan amalan.
Budaya agama kita mengajarkan bahwa Iedul fitri bermakna kembali suci, terhapus segala dosa2nya dan hari kemenangan karena sudah berpuasa sebulan lamanya. Tapi apakah benar kita kembali suci dan terbebas dari dosa ? Sebegitu mudahnya-kah dosa dihilangkan ?
Rasulullah Saw berkata, "Sesungguhnya bulan Ramadhan dinamakan Ramadhan sebab ia melelehkan dosa-dosa..."
Kita ibaratkan saja bahwa bulan Ramadhan ini adalah gunung yang di tiap tingkatnya ada taman-teman surga yang berisi pohon berbuah lebat. Ketika kita memetik buahnya dan memakannya, maka leleh-lah beberapa karat dosa kita. Ini nikmat yang diturunkan Tuhan kepada hamba-Nya.
Tapi yang harus kita ingat memang, bahwa untuk meraih tiap tingkat pendakian itu tidaklah mudah. Hampir sebulan ini kita berbicara amalan-amalan sunnah yang harus kita kerjakan diluar puasa, dan setiap malam tingkat kesulitannya berbeda.
Di awal-awal Ramadhan, diluar shalat sunnah umum, ada shalat khusus dengan 8 rakaat. Semakin ke tengah, rakaat dan bacaan shalatnya juga semakin banyak, ada yang 50 rakaat sampai 100 rakaat dengan tingkat reward yang berbeda pula. Semakin sulit, tentu semakin besar reward-nya. Semakin tinggi yang didaki, semakin banyak karat dosa yang terlelehkan.
Itu menunjukkan bahwa untuk memperoleh kemenangan dalam Ramadhan ini tidak-lah mudah, tidak hanya sekedar menyelesaikan puasa. Manusia harus berusaha keras mencapainya. Dan pendakian tertinggi tentu ada di malam Laliatul Qadr, puncak dari segalanya, kemudian jalan kembali menurun menuju hari kemenangan.
Nah, kesempurnaan mengerjakan semua amalan Ramadhan - baik yang wajib maupun yang sunnah - itulah yang akan menjadi ukuran kesucian manusia. Suci sesuai kapasitas amalan yang diraihnya. Keadilan Tuhan memang sesuai porsinya, bukan sama rata. Tuhan bukan komunis. Manusia boleh berharap bahwa ia kembali suci pada hari kemenangan, tetapi ukurannya tentulah harus sesuai dengan apa yang diusahakannya.
Pada titik inilah, saya memahami kenapa ada manusia-manusia yang begitu rindu akan datangnya Ramadhan. Mereka selalu merasa bahwa apa yang mereka lakukan di Ramadhan ini tidak sempurna. Banyak hal yang terlewatkan, yang mereka harap akan mereka perjuangkan di tahun depan. Mirip situasi seorang pendaki sejati, yang tidak mampu menyelesaikan etapenya kali ini dan tertantang untuk menyelesaikannya tahun depan.
Dan perlu kita tahu, bahwa silaturahmi mendapat tempat mulia dalam bulan ini seperi yang pernah dikabarkan Nabi Saw. Karena itu, mereka yang paham akan berusaha menyambung tali silaturahmi sebagai penyempurna amalan yang sudah mereka lakukan.
Jadi ber-maaf-maafan di hari kemenangan, sejatinya bukanlah karena kita sama-sama sudah suci, mulai dari kosong-kosong seperti yang selama ini kita dengar. Tetapi lebih kepada menyempurnakan amalan.
Bagi yang mudik, saya ucapkan Titi DJ dan Dedi Dores. Selamat menyempurnakan amalan.
Ditulis Oleh: Denny Siregar, Pengamat Sosial Agama. Tinggal di Jakarta.
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »