![]() |
Catatan Pinto Janir. |
NEGERI ini, tak bisa dipungkiri, sedang bermasalah dalam kenyataan sosial. Seperti ada yang lenyap dan yang runtuh di nagari yang kita cintai ini. Apakah kita kehilangan peradaban atau lenyapnya rasa kepedulian sosial. Lalu, haruskah kita bertanya, sejauh mana pelaksanaan Adat basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah.
Harus kita bertanya, atau menyapa, bagaimana kabarmu nagari? Implementasi banagari itu apa dan bagaimana serta mana? Mana surau kita? Apakah surau kita sudah benar-benar roboh seperti yang disastrakan oleh AA Navis dalam cerpen Robohnya Surau Kami? Ini adalah sebuah keseriusan.sangat serius. Kita tak lagi berada diambang kedegradasian moral, tapi sudah masuk ke zona “runtuhnya” itu.
Mari kita sibak data terkini.
Ternyata daerah kita ini dinyatakan BNN sebagai Darurat Narkoba .Ini terungkap pada Musrenbang Prov. Sumbar. Rabu, (20/4) .BNN mendesak Program Gerakan Terpadu (semua lini) untuk memaklumatkan perang bahaya narkoba. Betapa mirisnya data ini terasa, betapa sakitnya, betapa tragisnya, betapa pilunya, betapa tidak; tercatat 63 Ribu masyarakat Sumbar pemakai Narkoba.Bahkan 20 ribu diantaranya adalah ibu rumah tangga dan pengangguran.
Oalah ada apa dengan “ibu-ibu” kita. Kalau para ibu-ibunya sudah bernarkoba, maka potensi ‘cacat’ keturunan akan menjadi besar. Anak-anak yang dilahirkan dari ibu-ibu yang narkoba, besar kemungkinan akan mengalami cacat dan idiot. Kita tahu, ibu adalah “pembentuk” anak bangsa. Bagaimana pula rupanya itu, kalau pembentuk itu sudah tercemar narkoba pula?
Ada apa ini?
Narkoba perusak pikiran. Dalam pikiran yang rusak, akal menjadi tumpul. Ketumpulan akal adalah ketaktahuan lagi menentukan mana sawah yang berpematang dan mana yang tidak.Mana yang benar, mana yang salah. Karena akal yang tumpul, maka potensi kelakuan pemakai narkoba adalah sesat. Sesat ke jurang gelap. Sesat membawa kehancuran. Dan bisa dipastikan, 63 ribu SDM di Sumbar tercemar narkoba. Bagaimana bila sekiranya sebagian dari SDM tercemar itu berprofesi sebagai supir angkutan umum atau pribadi.Maka potensi kecelakaan bagi supir pemakai atau pemabuk sangat besar.
Bagaimana, ini, dengan begitu, siapa lagi yang hendak diteladani di daerah ini? Kalau di mana-mana , angka pemakai narkoba makin tinggi, dan lebih mengkhawatirkan sekali bila Narkoba merangsek nagari dan merusak anak kemanakan kita, maka padaa saat itu nagari ini sedang terancam musibah, musibah moral dan sosial. Gila!
Harus kita carikan solusinya.Harus ada pelaksaanaan kerja untuk mengatasinya. Tak ada jalan lain, Masjid dan surau harus kembali diramaikan dengan berbagai kegiatan ibadah dan kegiatan islami lainnya.
Kita harus jadikan Masjid sebagai Pusat Kegiatan Remaja. Di Masjid kita jadikan gelanggang aktivitas remaja. Boleh saja, di masjid kita buat semacam radio pemancar yang khusus menyiarkan berbagai kegiatan isalmi. Dan bila perlu ada TV komunitas remaja masjid, di sana menjadi tempat mereka berkarya. Dan menjadikan masjid sebagai pusat pengembangan kebudayaan yang islami, sehingga apa yang kita sbeut sebagai adat basandi syarak-syarak basandi Kitabullah benar-benar terterapkan dalam pelaksanaan.
Di nagari-nagari kita buat sanggar-sanggar kegiatan anak nagari. “ Jadikan saja balai pemuda sebagai tempat bagi anak muda untuk berekspresi dalam berbagai dunia seni dan budaya. Dan kembali aktifkan lapangan-lapangan olahraga nagari. Kita beri anak-anak muda kita pentas kreatif bagi menyalurkan ekspresi mereka. Dan kita berharap, Pemerintah daerah harus lebih propembangunan generasi muda di nagari.
Sumbar Darurat Moral
92 Ribu Gila, Penyebabnya Selingkuh
Bila tadi terungkap kalau pemakai narkoba di Sumbar tercatat sebanyak 63 ribu.Maka kabar yang sungguh kelat itu terungkap lagi ketika anggota DPRD Sumbar bertemu-cakap dengan Dirut RS Jiwa Prof HB Saanin kamis (14/4).Dalam eksposenya itu Dirut mengungkapkan, terdapat 92 ribu jiwa lebih masyarakat Sumbar menderita gangguan jiwa berat. Dari 101 ribu lebih pasien yang berkunjung ke RS. Jiwa Saanin, umumnya disebabkan karena perselingkuhan, bukan karena sulit ekonomi.
Gila....ini namanya.
Bayangkan, sebanyak 101 ribu lebih pasien berkunjung ke RS Jiwa Saanin. Jumlah seratus ribu itu tidak sedikit. Bayangkan, jumlah sebanyak ini lebih banyak daripada jumlah penduduk Bukittinggi sebanyak 98.505 jiwa. Jumlah penduduk Padangpanjang 49.451. Jumlah penduduk kota Pariaman 83.151.Jumlah Penduduk Kecamatan Padang Utara sekitar 70 ribu.
Di atas data mengungkapkan, bahwa sebanyak 92 ribu masyarakat Sumbar mengalami gangguan jiwa berat, alias gila, alias ‘lah bulek gilonyo’. Jumlah sebnyak ini sebanding dengan jumlah penduduk kota Bukittinggi. Coba bayangkan, bila satu kota, seluruh isinya, mengidap gila semua.
Kalau angka 92 ribu itu disorongkan ke Padangpanjang, maka tentu akan membuat kota kecil ini akan semakin sempit. Dan coba pula kita bayangkan, sekiranya sebanyak 92 ribu orang gila itu kita satukan di satu kota?
Boleh lagi, untuk membayang-bayangkannya, biar kita tahu, bahwa angka 92 ribu itu tidak angka yang kecil untuk jumlah banyaknya orang gila. Penduduk kecamatan Padang Utara, ada sekitar 70 ribu.Bayangkan kembali, jika jumlah sebanyak itu kita satukan di satu tempat di kecamatan Padang Utara ini.
Ah, gawat.
Jadi masihkah kita anggap jumlah orang gila yang 92 ribu itu sedikit?
Tidak.Banyak itu.
Yang membuat kita agak ‘ngeri-ngeri ngilu’ adalah ketika terungkapnya bahwa penyebab gila di Sumbar umumnya karena selingkuh.
Biasanya, yang acap kita dengar, penyebab gila ini adalah karena miskin. Karena tak tahan lantaran desakan ekonomi. Tak tahan menanggung beban hidup yang makin berat. Tak tahan memikirkan berbagai rupa kekhawatiran. Khawatir tak bisa makan besok, khawatir dengan apa hidup besok dan selalu khawatir tiap saat. Khawatir ekonomi namanya ini. Dan khawatir ekonomi ini yang sering kita dengar menjadi penyebab gila.
Tapi betapa khawatirnya pula kita, ternyata penyebab gila di Sumbar bukan karena khawatir ekonomi, tapi karena perselingkuhan. Salah seorang anggota DPRD Sumbar Hidayat, dalam FB-nya memberi sinyal : “Perkurang sajalah temu-temu alumni”.
Kita acap mendengar, soal temu-temu alumni ini, memang di Sumbar yang paling meriah. Tiap-tiap pertemuan alumni, poster atau balihonyo dipasang gadang-gadang. Berduyun-duyun para alumni yang tiba. Sebagian kelompok alumni ada pula yang memberi syarat pertemuan, dilarang bawa anak bini, soalnya ini acara kita-kita saja. Nah , syarat-syarat model ini sangat berpotensi sekali untuk apa yang disebut dengan CLBK yakni Cinta Lama Bersemi Kembali.
Ini hanya sinyal.
Sinyal lain, perselingkuhan ternyata sering terjadi dan berpotensi terjadi ketika “makmur ekonomi”. Banyak orang bilang, laki-laki kurang iman kalau pitih e lah balabiah, pangana e mulai malenceng-lenceng, suok kida.
Orang susah, orang miskin, pasti tahu dengan untung perasaiannya. Sesusah ini badan, selingkuh apa juga yang akan terkana. Soalnya, perselingkuhan adalah biaya tinggi. Hanya orang-orang berduit lebih tanpa iman yang mulus bila berniat untuk selingkuh.
Yang lebih celakanya, pitih abih; selingkuhan digandeng orang pula. Dan ini, juga bisa bikin gila. Berturo-turo kesana kemari, akhirnya, mangecek-bgecek surang je lai.
Besarnya angka kegilaan di Sumbar, yang sebab utamanya adalh perselingkuhan, itu sebuah tanda juga, bahwa di daerah kita ini sudah mulai memudar “rasa malu”. Simak sajalah berita, betapa banyaknya pasangan selingkuh ditangkap oleh Satpol PP kita.
Perselingkuhan, adalah perzinahan.Zinah adalah dosa besar. Makin banyak orang selingkuh, itu sebuah tanda, makin tidak takut orang berdosa. Bila begitu, yang lenyap adalah nilai-nilai keagamaan. Aqidah lapuk. Ini mengerikan.
Dan tak ada pilihan lain, ini harus jadi buah pikir bagi kita bersama. Solusinya hanya satu; ayo kembali ke Surau!
Nagari Kita Darurat Rumah Tangga
Soal Cerai Bercerai
Sumbar Nomor 1 di Indonesia
Kita tercengang lagi, sebuah data “darurat” terungkap kembali.Kali ini datang dari Kakanwil Kemenag Sumbar Salman K Memed. Salman mengungkapkan angka perceraian yang paling tinggi di Indonesia itu adalah di Sumbar.Angka rata-rata perceraian di Indonesia 200.000 pasang pertahun atau 10 persen dari peristiwa nikah.
Di Sumbar urang bercerai mencapai 6.325 atau di atas 10 persen.
Entah apalah yang terjadi di Ranah Minang ini, sehingga banyak betul orang yang bercerai. Menurut Kakanwil Kemenag Sumbar, Salman K. Memed, terjadinya perceraian di antaranya disebabkan oleh rendahnya kualitas perkawinan.
Angka rata-rata pernikahan di Indonesia 2.200.000 pasang pertahun. Di Sumbar 2014 sebanyak 43.813 peristiwa nikah.
Faktor-faktor penyebab perceraian, 40 persen lebih karena KDRT atau rendah pendidikan dan pengetahuan.
Cemburu pada pihak ketiga 3,51 persen, masalah ekonomi 23 ,8persen, tidak harmonis 32 persen, juga masalah politik sebanyak 0,12 persen.
Kita bahas pertama dalah soal setahun orang berhelat di Sumbar sebnayak 43 ribu lebih.Sebulan sekitar 3.600 orang nikah. Seminggu, sekitar 900 pasang lebih. Sehari sekitar 120 pasangan bernikah.
Peluang ekonomi atau peluang bisnis yang terbuka dalam soal hal ihwal nikah ini adalah bisnis perwedingan.Bisnis pertendaan. Bisnis perpelaminan.Bisnis perorgentunggalan. Karena, di Sumbar soal berhelat itu sangat penting, karena berhubungan dengan prestisius di mata sosial.
Dan kita harus berduka dan prihatin juga.Ternyata angka perceraian di Sumbar tertinggi di Indonesia. Dalam bahasa lainnya soal cerai bercerai, Sumbar nomor satu di Indonesia. Setahun, orang bercerai sebanyak 6325 pasang.Dengan demikian, selama tahun itu, terdapat 6325 janda baru dan 6325 duda baru. Maka, daerah kita ini ternyata juga “penghasil” para jomblo.
Lalu mengapa mereka bercerai?
Seperti yang diungkapkan Memet, penyebab terbanyak karena KDRT. Dan itu setidaknya berarti, urang awak palakek tangan ka pasangan mereka. Itu artinya, daya hormat ke kaum lemah berkurang. Dan setidaknya, ada rasa dan nilai-nilai moral yang lenyap dari para laki-laki kita yang acap melakukan KDRT. Akhirnya banyak istri memilih berpisah, ketimbang “kanai tampa” dek laki surang.
Lelaki Minangkabau, sebelum menikah, ia adalah anak kemenakan. Terjadinya KDRT, tak lepas dari “gagalnya” mamak mendidik kamanakan.Dan, juga gagalnya orang tua memberikan nilai-nilai Islami ke anak-anak mereka. Sehingga ketika mereka menikah, yang terjadi adalah kekerasa dalam rumah tangga.
Masalah ekonomi, tercatat 2,8 persen. Itu juga berarti, lenyapnya sebuah nilai “keniscayaan”...keniscayaan pada Allah pemberi rezeki. Sehingga sulit ekonomi membuat mereka memilih berpisah. Itu artinya mirip syair lagu pop awak juga: “ Dek ameh balupokan loyang, dek uda bansaik, adik pai dari Uda...takuik jo denai.......adiak ka sangsaro”. Baitulah!
Dan 32 persen bercerai karena menganggap tidak harmonis.Itu artinya , sajalan babeda raso. Sairiang indak sabimbiang tangan. Beda prinsip tampaknya. Perbedaan ini karena diawali dengan “gagal paham” yaitu saling gagal memahami pasangan masing-masing sehingga masing-masing sibuk mempertahankan kebenaran sendiri-sendiri dengan sangat egoisnya.Pada akhirya, daripada terus bertengkar, akhirnya bubar.
Maka, yang paling menarik, ternyata ada pula orang bercerai karena masalah politik. Sekalipun persentasenya kecil, yakni 0,12 %, penyeab bercerai soal politik ini, getir juga. Bisa saja, pasangan yang berharap banyak akan duduk dan telah mengaluarkan uang banyak untuk merebut tahta, ternyata pada kenyataannya; gagal meraih suara. Akhirnya, muncul hutang.Muncul penyesalan. Dan merembet ke rumah tangga. Alhasil, kata akhirnya; bercerai!
Sebelum memutuskan bercerai, baiklah kita kutipkan hadis ini:
Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian" [H.R. Abu Daud dan Hakim] . Tentunya bukan suatu kebetulan bila Rasulullah saw. berkata dengan susunan kalimat di atas yang menuntut kejelian kita untuk memahami dengan iman bahwa kita harus berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk bercerai. Karena pada kalimat tersebut yang ditekankan adalah kebencian Allah pada perceraian itu bukan pada halalnya.
Dan tak ada pilihan lain, mengatasi musibah sosial ini adalah dengan cara kembali kepada jalanNya.Perkuat nilai-nilai agama. Kembalilah “berislam” dengan sebenar-benarnya menjalankan syariat Islam. Jaga keluarga.Jaga anak bini. Beri mereka siraman nurani.
Ramaikan masjid!
Itu saja...
Harus kita bertanya, atau menyapa, bagaimana kabarmu nagari? Implementasi banagari itu apa dan bagaimana serta mana? Mana surau kita? Apakah surau kita sudah benar-benar roboh seperti yang disastrakan oleh AA Navis dalam cerpen Robohnya Surau Kami? Ini adalah sebuah keseriusan.sangat serius. Kita tak lagi berada diambang kedegradasian moral, tapi sudah masuk ke zona “runtuhnya” itu.
Mari kita sibak data terkini.
Ternyata daerah kita ini dinyatakan BNN sebagai Darurat Narkoba .Ini terungkap pada Musrenbang Prov. Sumbar. Rabu, (20/4) .BNN mendesak Program Gerakan Terpadu (semua lini) untuk memaklumatkan perang bahaya narkoba. Betapa mirisnya data ini terasa, betapa sakitnya, betapa tragisnya, betapa pilunya, betapa tidak; tercatat 63 Ribu masyarakat Sumbar pemakai Narkoba.Bahkan 20 ribu diantaranya adalah ibu rumah tangga dan pengangguran.
Oalah ada apa dengan “ibu-ibu” kita. Kalau para ibu-ibunya sudah bernarkoba, maka potensi ‘cacat’ keturunan akan menjadi besar. Anak-anak yang dilahirkan dari ibu-ibu yang narkoba, besar kemungkinan akan mengalami cacat dan idiot. Kita tahu, ibu adalah “pembentuk” anak bangsa. Bagaimana pula rupanya itu, kalau pembentuk itu sudah tercemar narkoba pula?
Ada apa ini?
Narkoba perusak pikiran. Dalam pikiran yang rusak, akal menjadi tumpul. Ketumpulan akal adalah ketaktahuan lagi menentukan mana sawah yang berpematang dan mana yang tidak.Mana yang benar, mana yang salah. Karena akal yang tumpul, maka potensi kelakuan pemakai narkoba adalah sesat. Sesat ke jurang gelap. Sesat membawa kehancuran. Dan bisa dipastikan, 63 ribu SDM di Sumbar tercemar narkoba. Bagaimana bila sekiranya sebagian dari SDM tercemar itu berprofesi sebagai supir angkutan umum atau pribadi.Maka potensi kecelakaan bagi supir pemakai atau pemabuk sangat besar.
Bagaimana, ini, dengan begitu, siapa lagi yang hendak diteladani di daerah ini? Kalau di mana-mana , angka pemakai narkoba makin tinggi, dan lebih mengkhawatirkan sekali bila Narkoba merangsek nagari dan merusak anak kemanakan kita, maka padaa saat itu nagari ini sedang terancam musibah, musibah moral dan sosial. Gila!
Harus kita carikan solusinya.Harus ada pelaksaanaan kerja untuk mengatasinya. Tak ada jalan lain, Masjid dan surau harus kembali diramaikan dengan berbagai kegiatan ibadah dan kegiatan islami lainnya.
Kita harus jadikan Masjid sebagai Pusat Kegiatan Remaja. Di Masjid kita jadikan gelanggang aktivitas remaja. Boleh saja, di masjid kita buat semacam radio pemancar yang khusus menyiarkan berbagai kegiatan isalmi. Dan bila perlu ada TV komunitas remaja masjid, di sana menjadi tempat mereka berkarya. Dan menjadikan masjid sebagai pusat pengembangan kebudayaan yang islami, sehingga apa yang kita sbeut sebagai adat basandi syarak-syarak basandi Kitabullah benar-benar terterapkan dalam pelaksanaan.
Di nagari-nagari kita buat sanggar-sanggar kegiatan anak nagari. “ Jadikan saja balai pemuda sebagai tempat bagi anak muda untuk berekspresi dalam berbagai dunia seni dan budaya. Dan kembali aktifkan lapangan-lapangan olahraga nagari. Kita beri anak-anak muda kita pentas kreatif bagi menyalurkan ekspresi mereka. Dan kita berharap, Pemerintah daerah harus lebih propembangunan generasi muda di nagari.
Sumbar Darurat Moral
92 Ribu Gila, Penyebabnya Selingkuh
Bila tadi terungkap kalau pemakai narkoba di Sumbar tercatat sebanyak 63 ribu.Maka kabar yang sungguh kelat itu terungkap lagi ketika anggota DPRD Sumbar bertemu-cakap dengan Dirut RS Jiwa Prof HB Saanin kamis (14/4).Dalam eksposenya itu Dirut mengungkapkan, terdapat 92 ribu jiwa lebih masyarakat Sumbar menderita gangguan jiwa berat. Dari 101 ribu lebih pasien yang berkunjung ke RS. Jiwa Saanin, umumnya disebabkan karena perselingkuhan, bukan karena sulit ekonomi.
Gila....ini namanya.
Bayangkan, sebanyak 101 ribu lebih pasien berkunjung ke RS Jiwa Saanin. Jumlah seratus ribu itu tidak sedikit. Bayangkan, jumlah sebanyak ini lebih banyak daripada jumlah penduduk Bukittinggi sebanyak 98.505 jiwa. Jumlah penduduk Padangpanjang 49.451. Jumlah penduduk kota Pariaman 83.151.Jumlah Penduduk Kecamatan Padang Utara sekitar 70 ribu.
Di atas data mengungkapkan, bahwa sebanyak 92 ribu masyarakat Sumbar mengalami gangguan jiwa berat, alias gila, alias ‘lah bulek gilonyo’. Jumlah sebnyak ini sebanding dengan jumlah penduduk kota Bukittinggi. Coba bayangkan, bila satu kota, seluruh isinya, mengidap gila semua.
Kalau angka 92 ribu itu disorongkan ke Padangpanjang, maka tentu akan membuat kota kecil ini akan semakin sempit. Dan coba pula kita bayangkan, sekiranya sebanyak 92 ribu orang gila itu kita satukan di satu kota?
Boleh lagi, untuk membayang-bayangkannya, biar kita tahu, bahwa angka 92 ribu itu tidak angka yang kecil untuk jumlah banyaknya orang gila. Penduduk kecamatan Padang Utara, ada sekitar 70 ribu.Bayangkan kembali, jika jumlah sebanyak itu kita satukan di satu tempat di kecamatan Padang Utara ini.
Ah, gawat.
Jadi masihkah kita anggap jumlah orang gila yang 92 ribu itu sedikit?
Tidak.Banyak itu.
Yang membuat kita agak ‘ngeri-ngeri ngilu’ adalah ketika terungkapnya bahwa penyebab gila di Sumbar umumnya karena selingkuh.
Biasanya, yang acap kita dengar, penyebab gila ini adalah karena miskin. Karena tak tahan lantaran desakan ekonomi. Tak tahan menanggung beban hidup yang makin berat. Tak tahan memikirkan berbagai rupa kekhawatiran. Khawatir tak bisa makan besok, khawatir dengan apa hidup besok dan selalu khawatir tiap saat. Khawatir ekonomi namanya ini. Dan khawatir ekonomi ini yang sering kita dengar menjadi penyebab gila.
Tapi betapa khawatirnya pula kita, ternyata penyebab gila di Sumbar bukan karena khawatir ekonomi, tapi karena perselingkuhan. Salah seorang anggota DPRD Sumbar Hidayat, dalam FB-nya memberi sinyal : “Perkurang sajalah temu-temu alumni”.
Kita acap mendengar, soal temu-temu alumni ini, memang di Sumbar yang paling meriah. Tiap-tiap pertemuan alumni, poster atau balihonyo dipasang gadang-gadang. Berduyun-duyun para alumni yang tiba. Sebagian kelompok alumni ada pula yang memberi syarat pertemuan, dilarang bawa anak bini, soalnya ini acara kita-kita saja. Nah , syarat-syarat model ini sangat berpotensi sekali untuk apa yang disebut dengan CLBK yakni Cinta Lama Bersemi Kembali.
Ini hanya sinyal.
Sinyal lain, perselingkuhan ternyata sering terjadi dan berpotensi terjadi ketika “makmur ekonomi”. Banyak orang bilang, laki-laki kurang iman kalau pitih e lah balabiah, pangana e mulai malenceng-lenceng, suok kida.
Orang susah, orang miskin, pasti tahu dengan untung perasaiannya. Sesusah ini badan, selingkuh apa juga yang akan terkana. Soalnya, perselingkuhan adalah biaya tinggi. Hanya orang-orang berduit lebih tanpa iman yang mulus bila berniat untuk selingkuh.
Yang lebih celakanya, pitih abih; selingkuhan digandeng orang pula. Dan ini, juga bisa bikin gila. Berturo-turo kesana kemari, akhirnya, mangecek-bgecek surang je lai.
Besarnya angka kegilaan di Sumbar, yang sebab utamanya adalh perselingkuhan, itu sebuah tanda juga, bahwa di daerah kita ini sudah mulai memudar “rasa malu”. Simak sajalah berita, betapa banyaknya pasangan selingkuh ditangkap oleh Satpol PP kita.
Perselingkuhan, adalah perzinahan.Zinah adalah dosa besar. Makin banyak orang selingkuh, itu sebuah tanda, makin tidak takut orang berdosa. Bila begitu, yang lenyap adalah nilai-nilai keagamaan. Aqidah lapuk. Ini mengerikan.
Dan tak ada pilihan lain, ini harus jadi buah pikir bagi kita bersama. Solusinya hanya satu; ayo kembali ke Surau!
Nagari Kita Darurat Rumah Tangga
Soal Cerai Bercerai
Sumbar Nomor 1 di Indonesia
Kita tercengang lagi, sebuah data “darurat” terungkap kembali.Kali ini datang dari Kakanwil Kemenag Sumbar Salman K Memed. Salman mengungkapkan angka perceraian yang paling tinggi di Indonesia itu adalah di Sumbar.Angka rata-rata perceraian di Indonesia 200.000 pasang pertahun atau 10 persen dari peristiwa nikah.
Di Sumbar urang bercerai mencapai 6.325 atau di atas 10 persen.
Entah apalah yang terjadi di Ranah Minang ini, sehingga banyak betul orang yang bercerai. Menurut Kakanwil Kemenag Sumbar, Salman K. Memed, terjadinya perceraian di antaranya disebabkan oleh rendahnya kualitas perkawinan.
Angka rata-rata pernikahan di Indonesia 2.200.000 pasang pertahun. Di Sumbar 2014 sebanyak 43.813 peristiwa nikah.
Faktor-faktor penyebab perceraian, 40 persen lebih karena KDRT atau rendah pendidikan dan pengetahuan.
Cemburu pada pihak ketiga 3,51 persen, masalah ekonomi 23 ,8persen, tidak harmonis 32 persen, juga masalah politik sebanyak 0,12 persen.
Kita bahas pertama dalah soal setahun orang berhelat di Sumbar sebnayak 43 ribu lebih.Sebulan sekitar 3.600 orang nikah. Seminggu, sekitar 900 pasang lebih. Sehari sekitar 120 pasangan bernikah.
Peluang ekonomi atau peluang bisnis yang terbuka dalam soal hal ihwal nikah ini adalah bisnis perwedingan.Bisnis pertendaan. Bisnis perpelaminan.Bisnis perorgentunggalan. Karena, di Sumbar soal berhelat itu sangat penting, karena berhubungan dengan prestisius di mata sosial.
Dan kita harus berduka dan prihatin juga.Ternyata angka perceraian di Sumbar tertinggi di Indonesia. Dalam bahasa lainnya soal cerai bercerai, Sumbar nomor satu di Indonesia. Setahun, orang bercerai sebanyak 6325 pasang.Dengan demikian, selama tahun itu, terdapat 6325 janda baru dan 6325 duda baru. Maka, daerah kita ini ternyata juga “penghasil” para jomblo.
Lalu mengapa mereka bercerai?
Seperti yang diungkapkan Memet, penyebab terbanyak karena KDRT. Dan itu setidaknya berarti, urang awak palakek tangan ka pasangan mereka. Itu artinya, daya hormat ke kaum lemah berkurang. Dan setidaknya, ada rasa dan nilai-nilai moral yang lenyap dari para laki-laki kita yang acap melakukan KDRT. Akhirnya banyak istri memilih berpisah, ketimbang “kanai tampa” dek laki surang.
Lelaki Minangkabau, sebelum menikah, ia adalah anak kemenakan. Terjadinya KDRT, tak lepas dari “gagalnya” mamak mendidik kamanakan.Dan, juga gagalnya orang tua memberikan nilai-nilai Islami ke anak-anak mereka. Sehingga ketika mereka menikah, yang terjadi adalah kekerasa dalam rumah tangga.
Masalah ekonomi, tercatat 2,8 persen. Itu juga berarti, lenyapnya sebuah nilai “keniscayaan”...keniscayaan pada Allah pemberi rezeki. Sehingga sulit ekonomi membuat mereka memilih berpisah. Itu artinya mirip syair lagu pop awak juga: “ Dek ameh balupokan loyang, dek uda bansaik, adik pai dari Uda...takuik jo denai.......adiak ka sangsaro”. Baitulah!
Dan 32 persen bercerai karena menganggap tidak harmonis.Itu artinya , sajalan babeda raso. Sairiang indak sabimbiang tangan. Beda prinsip tampaknya. Perbedaan ini karena diawali dengan “gagal paham” yaitu saling gagal memahami pasangan masing-masing sehingga masing-masing sibuk mempertahankan kebenaran sendiri-sendiri dengan sangat egoisnya.Pada akhirya, daripada terus bertengkar, akhirnya bubar.
Maka, yang paling menarik, ternyata ada pula orang bercerai karena masalah politik. Sekalipun persentasenya kecil, yakni 0,12 %, penyeab bercerai soal politik ini, getir juga. Bisa saja, pasangan yang berharap banyak akan duduk dan telah mengaluarkan uang banyak untuk merebut tahta, ternyata pada kenyataannya; gagal meraih suara. Akhirnya, muncul hutang.Muncul penyesalan. Dan merembet ke rumah tangga. Alhasil, kata akhirnya; bercerai!
Sebelum memutuskan bercerai, baiklah kita kutipkan hadis ini:
Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian" [H.R. Abu Daud dan Hakim] . Tentunya bukan suatu kebetulan bila Rasulullah saw. berkata dengan susunan kalimat di atas yang menuntut kejelian kita untuk memahami dengan iman bahwa kita harus berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk bercerai. Karena pada kalimat tersebut yang ditekankan adalah kebencian Allah pada perceraian itu bukan pada halalnya.
Dan tak ada pilihan lain, mengatasi musibah sosial ini adalah dengan cara kembali kepada jalanNya.Perkuat nilai-nilai agama. Kembalilah “berislam” dengan sebenar-benarnya menjalankan syariat Islam. Jaga keluarga.Jaga anak bini. Beri mereka siraman nurani.
Ramaikan masjid!
Itu saja...
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »